TABUH RAH
Pengertian tabuh rah dewasa ini memang mengalami sedikit
kesimpangan, kesempatan untuk melaksanakan tabuh rah sering kali dimanfaatkan untuk melaksanakan tajen, manakala prosesi upacara pada suatu pura dilaksanakan tidak
terlepas dari pelaksanaan tajen. Tajen dan tabuh rah memiliki pengertian yang
berbeda, Tabuh Rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam
rangkaian upacara agama (yadnya), binatang-binatang yang sering kali dipakai
dalam pelaksanaan tabuh rah adalah : ayam, itik, babi, kerbau dll. Cara
penaburan darah dari binatang korban itu adalah dengan menyambleh dan perang
sata tiga perhelatan, disaat perang sata digelar tidak jarang disertai pula
dengan mengadu : kelapa dengan kelapa, telor dengan telor, kemiri dengan
kemiri, pelaksanaan ini disertai dengan menggunakan andel-andel dan
perlengkapan upakara lainnya. Tabuh Rah ini dilaksanakan pada tempat dan saat-saat
upacara besar berlangsung, yang mana kebanyakan para yajamana karya diberikan
kesempatan untuk mengadu sarana tabuh
rah tersebut. Pada waktu perang sata dilaksanakan disertai pula dengan
toh/bebuat dedamping yang maknanya sebagai pernyataan atau perwujudan dari
keikhlasan sang yajamana beryadnya, dan bukan bermotif judi. Bilamana perang
sata berakhir kemudian toh/bebuat tersebut akan diserahkan kepada sang yajamana
sebagai pelaksana kegiatan upacara yang selanjutnya akan dipakai pula untuk
menunjang biaya pelaksanaan yadnya tersebut.
Tajen adalah suatu kegiatan perjudian yang dilakukan dengan
cara mengadu ayam yang disertai dengan menggunakan taji di kaki ayam jantan.
Pelaksanaan tajen ini tidak menghitung hari, kapanpun dimanapun, kalau sudah ada
kesempatan dan ada pendukungnya seperti pelaku tajen, ayam aduan dan uang, ke tiga
unsur tersebut sangat erat kaitannya dengan tajen. Tajen apakah kebudayaan?,
bukan tajen adalah kebiasaan dan kebisaan, bagi mereka yang tidak bisa dan
tidak biasa ke arena tajen akan merasakan asingnya kawan dan lawan, karena
tidak paham dengan isyarat-isyarat yang digunakan dalam bertajen, banyak
sandi-sandi/kode yang dipakai kala bertaruhan, dengan beragam bahasa judi
sehingga yang terbiasa di arena tajen akan cepat sekali paham dan mengerti
maksud lawan. Lalu kebudayaannya yang mana?, kebudayaan terkait dengan agama
dan adat istiadat, tabuh rah adalah suatu kebudayaan hindu yang sudah sejak
dahulu memang telah diwariskan oleh para leluhur kita, ini terbukti dari
beberapa lontar kuna/prasasti-prasasti yang memuat tentang pelaksanaan tabuh
rah. Sebut saja prasasti Batur Abang A I, tahun 933 saka yang bunyinya antara
lain :".......mwang yan
pakaryyakaryya, masanga kunang wgila ya manawunga tlung parahatan, ithaninnya
tan pamwita, tan pamwata ring nayakan saksi......", yang artinya kurang
lebih demikian, ".....lagi pula bila mengadakan upacara-upacara misalnya
tawur kesanga patutlah mengadakan sabungan ayam tiga sahet di desanya, tidaklah
minta ijin, tidaklah membawa (memberitahukan) kepada yang berwenang"
Jadi jelas pada saat adanya upacara tawur kesanga atas
perintah raja di kala itu memberikan kewenangan kepada seluruh warga masyarakat
untuk melaksanakan tabuh rah untuk mengikuti proses rangkaian tawur, kebudayaan
itu menjadi tradisi sampai sekarang, yang mana pelaksanaan tawur selalu
dirangkai dengan mengadakan tabuh rah. Tradisi/kebiasaan itu mulai berkembang
yang mana dengan dalih tabuh rah kini telah mengacu pada proses perjudian
dengan mengadakan sabungan ayam/tajen berkali-kali, tidak yang semestinya
diadakan cuma tiga kali. Apa ada yang salah?, tidak semua kembali kepada
tradisi. Tradisi bukan agama namun agama harus ditradisikan. Tradisi bisa saja
berubah sesuai dengan perkembangan jaman, situasi kondisi sangat memungkinkan
untuk merubah tradisi, tetapi agama, adakah yang merubah agama?, sulit, karena
agama adalah kitab suci. Di dalam kitab suci agama sudah digariskan, ditentukan
apa yang mesti penganutnya jalankan. Segala ilmu pengetahuan sudah tersurat
dalam kitab suci, tak tertinggal pula tabuh rah, di dalam Lontar Siwa Tattwa
Purana disebutkan, "....muah ring tileming kesanga, hulun magawe yoga,
teka wang ing madyapada magawe tawur kesowangan, den ana pranging sata, wnang
nyepi sadina ika labain sang kala dasa bhumi, yan nora samangkana rug ikang
ning madhyapada" artinya ".....lagi pula pada tilem kesanga aku
(betara siwa) mengadakan yoga, berkewajibanlah orang yang berada di bhumi untuk
membuat persembahan masing-masing, lalu adakan pertarungan ayam, dan nyepi
sehari, (ketika) itu berikan korban (hidangan) sang kala dasa bhumi, jika tidak
celakalah manusia di bhumi"
Ini menjadi dilema dimasyarakat, terjadilah pilihan tabuh
rah apa tajen?, jelas kalau tabuh rah adanya rangkaian kegiatan upacara agama.
Kalau tajen kapan saja dimana saja yang penting jadiiii.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar