BANTEN BAHASA SIMBUL
BANTEN dalam lontar Yajna Prakrti memiliki tiga
arti sebagai simbol ritual yang sakral. Dalam lontar tersebut banten disebutkan:
Sahananing Bebanten Pinaka Raganta Tuwi, Pinaka Warna Rupaning Ida Bhattara,
Pinaka anda Bhuvana. Dalam lontar ini ada tiga hal yang dibahasakan dalam wujud
lambang oleh banten yaitu: "Pinaka Raganta Tuwi" artinya banten itu
merupakan perwujudan dari kita sebagai manusia. "Pinaka Warna Rupaning Ida
Bhatara" artinya banten merupakan perwujudan dari manifestasi (prabhawa)
Ida Hyang Widhi. Dan "Pinaka Andha Bhuvana" artinya banten merupakan
refleksi dari wujud alam semesta atau Bhuvana Agung. Memaknai banten sebagai
Raganta Tuwi ini dapat dijabarkan berdasarkan pembagian dari tubuh manusia
seperti Ulu atau Kepala (Utama Angga), Badan (Madhyama Angga), Kaki atau Suku
(Nistama Angga). Jika dihubungkan dengan Tri Angga ini maka banten yang
memiliki fungsi sebagai ulu adalah banten yang berada di Sanggar Surya maupun
Sanggar Tawang. Banten yang berfungsi sebagai badan adalah banten ayaban.
Sedangkan bante yang berfungsi sebagai kaki atau suku adalah Banten yang berada
dipanggungan yang letaknya dijaba. Adapun Banten Caru merupakan simbol dari
perut. Kemudian berdasarkan lapisan yang menyusun tubuh manusia yakni: Badan
Kasar atau Sthula Sarira yang terdiri dari Panca Maha Bhuta, Badan Astral atau
Suksma Sarira yang terdiri dari Alam Pikiran (Citta, Budhi, Manah, Ahamkara,
atau Sattwam Rajas Tamas) serta Sang Hyang Atman sebagai sumber kehidupan. Jika
lapisan ini dikaitkan dengan keberadan bebanten, maka banten yang mewakili
Panca Maha Butha ini adalah banten yang memiliki fungsi sebagai suguhan
seperti: banten soda atau ajuman, rayunan perangkatan dan sebagainya. Sedangkan
banten yang berfungsi sebagai penguatan yang dijabarkan dalam berbagai bentuk
pengharapan dan cita-cita adalah banten sebagai Suksma Sarira seperti banten
Peras, Penyeneng, Pengambyan, Dapetan, Sesayut dan sebagainya. Sedangkan banten
yang berfungsi sebagai pengurip atau pemberi jiwa seperti Banten Daksina,
Banten Guru, Banten Lingga adalah merupakan simbol atman. Banten sebagai Warna
Rupaning Ida Bhatara dapat dimaknai sebagai suatu bentuk pendalaman Sraddha
terhadap Hyang Widhi. Mengingat Beliau yang bersifat Nirguna, Suksma, Gaib, dan
bersifat Rahasia, tentu sirat yang demikian itu sulit untuk diketahui
lebih-lebih untuk dipahami. Oleh karenanya untuk memudahkan komunikasi dalam
konteks bhakti maka Beliau yang bersifat Niskala itu dapat dipuja dalam wujud
Sakala dengan memakai berbagai sarana, salah satunya adalah Banten. Adapun
Banten yang memiliki kedudukan sebagai perwujudan Hyang Widhi adalah
banten-banten yang berfungsi sebagai Lingga atau Linggih Bhatara seperti:
Daksina Tapakan (Linggih), Banten Catur, Banten Lingga, Peras, Penyeneng,
Bebangkit, Pula Gembal, Banten Guru dan sebagainya. Banten sebagai Anda Bhuvana
dapat dimaknai bahwa banten tersebut merupakan replica dari alam semesta ini yang
mengandung suatu tuntunan agar umat manusia mencintai alam beserta isinya.
Sesuai ajaran Weda, bahwa Tuhan ini tidak hanya berstana pada bhuvana alit,
Beliau juga berstana pada bhuvana agung anguriping sarwaning tumuwuh. Sehingga
dalam pembuatan banten itu dipergunakanlah seluruh isi alam sebagai perwujudan
dari alam ini. Adapun banten sebagai lambang alam semesta ini adalah: Daksina,
Suci, Bebangkit, Pula Gembal, Sekar Tanam dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar