BERSERAH diri menurut konsep Hindu,
bukan sebuah sikap apatis, melainkan sebuah sikap proaktif yang bersifat
dinamis, untuk memperbaiki kehidupan ini dengan senantiasa menumbuh kembangkan
rasa bhakti yang dilandasi oleh Jnana dan Karma. Banten menurut Yajna Prakrti
merupakan salah satu bentuk penyerahan diri kepada hyang Widhi. Hal ini
disebutkan sebagai berikut : "Reringgitan tatuwasan pinaka kalanggengan
kayunta mayajna. Sekare pinaka kaheningan kayunta mayajna. Plawa pinaka pakayunane
suci, raka-raka pinaka Widyadara-Widyadari". Artinya: Reringgitan dan
Tatuwasan lambang dari kesungguhan hati dalam beryajna. Bunga lambang dari
kesucian hati untuk beryajna. Daun-daunan lambang dari tumbuh berkembangnya
pikiran suci. Buah-buahan, jajan pelengkap banten adalah melambangkan
Widhyadara dan Widhyadari. Apa yang dilukiskan oleh pernyataan lontar diatas merupakan
penjabaran dari konsep bhakti menurut Hindu yang dikemas dalam wujud banten,
jika hal itu disimpulkan ternyata didalamnya terkandung ajaran syarat-syarat
berserah diri kepada Hyang Widhi, yang mana hal itu digambarkan :
- Pertama adalah langgeng artinya
bersungguh-sungguh. Berserah diri kepada Hyang Widhi tidaklah boleh ragu-ragu.
Berserah diri hendaknya dilandasi oleh keyakinan yang kuat dan keteguhan hati, bahwa
Tuhan itu Maha Kuasa dan Maha Adil. Seseorang yang memiliki keteguhan hati
merupakan cerminan dari kebijaksanaan serta pikiran yang mantap. Konsep
langgeng dan keteguhan hati ini dalam Bhagawad Gita II 54 diistilahkan dengan
Sthitaprajna, yakni orang yang teguh dalam yoga yang tidak terpengaruh oleh
suka dan duka.
- Kedua adalah kesucian pikiran.
Pikiran atau manah harus diperkuat hingga mencapai kesempurnaan untuk
mengendalikan indria sesuai bunyi Bhagawad Gita III 42. Manah yang sempurna
berada di bawah kendali dari Buddhi. Biddhi yang kuat berada di bawah sinar
suci atma. Kesucian pikiran ini hendaknya senantiasa diperjuangkan dalam wujud
latihan rohani dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bunga dalam upacara
tidak hanya dalam arti nyata, melainkan pula bagaimana kita dapat
mempersembahkan bunga padma hredaya kita yang tumbuh sebagai akibat berseminya
rasa bhakti itu kepada Tuhan.
- Ketiga mengembangkan pikiran,
perbuatan dan perkataan yang suci. Penggunaan plawa ini dimaksudkan dalam
berserah diri dilakukan dengan mengembangkan vibrasi kesucian itu kepada setiap
lingkungan yang mungkin dapat dicapai. Kita kembali merujuk pada sastra yang
memuat kisah Lubdaka, dengan melepaskan dan menjatuhkan helai demi helai daun Bila,
mengandung makna kita mulai menghitung karma baik dari pikiran, perkataan dan
perbuatan yang pernah kita lakukan, jika merupakan karma yang kurang baik maka
hendaknya buanglah jauh-jauh dari diri kita, dan jika karma yang baik
peliharalah agar daunnya tumbuh lebih lebat sehingga dapat memberikan
kesejukan. Dengan kata lain sesuatu yang baik, yang dapat dicapai patut untuk
didayagunakan untuk melayani sesama dan itu berarti juga melayani Tuhan. Dengan
demikian prinsip pelayanan kepada Tuhan tidak hanya semata-mata secara langsung
ditujukan kepada Tuhan, tetapi pelayanan kepada semua ciptaan Tuhan juga
memiliki makna pelayanan kepada Tuhan.
-Keempat adalah melambangkan
Widhyadara-Widhyadari. Secara etimologi kata Widyadara itu berasal dari kata
Vidya yang berarti Pengetahuan dan kata Dhara artinya memangku atau penyangga.
Para pemangku ilmu pengetahuan itulah yang disebut Vidyadara-Vidyadari. Dari
ilmu pengetahuan itulah didapatkan pengetahuan atau jnana, sebagai landasan
untuk melakukan kerja. Berserah diri kepada Tuhan dalam wujud bhakti hakikatnya
adalah penyerahan karma berdasarkan jnana. Demikianlah makna berserah diri yang
dilakukan oleh umat Hindu dalam merealisasikan keyakinannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar