Jumat, 18 Januari 2013

DHARMA CARUBAN



DHARMA CARUBAN (Tuntunan Ngebat)
          Merupakan suatu uraian singkat tentang penyelenggaraan hidangan hidangan masyarakat Bali, baik yang dipergunakan pada waktu pesta, maupun dalam perayaan keagamaan yang berdasasrkan adat Agama Hindu.
Bagi masyarakat yang beragama Hindu bahwa setiap melakukan yadnya, baik dewa yadnya, pitra yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya maupun Bhuta Yadnya mulai dari tingkatan yang kecil, sedang dan besar biasanya menyelenggarakan npenyembelihan hewan-hewan yang dipergunakan sebagai ulam sesajen. Adapun hewan yang biasanya disembelih untuk ulam sesajen itu adalah ayam, itik, angsa, babi, sapi, kambing, kerbau, penyu dan lain sebagainya.
menurut bentuk dari pada olah-olahan tersebut ada berbagai macam, ada yang keras, ada yang lembab,maupun ada yang encer. Diantara olah-olahan tersebut maka "Lawar" inilah yang menjadi kegemaran masyarakat Bali dari dahulu sampai sekarang. lawar itu banyak coraknya, ada yang serba matang, ada yang serba setengah matang atau pula ada yang serba mentah.
Dengan tidak mengesampingkan pendapat dari beberapa ahli kesehatan secara moderen, maka sesungguhnya prinsip-prinsip Dharma Caruban adalah banyak sekali manfaatnya dalam menjamin kesehatan hidangan lawar dan yang sejenisnya. misalkan saja untuk membqasmi bau busuk dalam daging mentah dharma caruban memberikan resep "Langsub" yang terdiri dari rempah rempah : Lada, Cengkeh, Ketumbar, Jebugarum dll, juga adanya daun-daunan seperti : Ginten, Limau, Janggar Ulam dll, dari umbi-umbian seperti : Gamongan, Bangle, Isen, Cekuh, Kunyit, Jahe dan bawang merah/putih.
Karena segala perikehidupan Umat Hindu selalu dijiwai oleh agamanya, tidaklah mengherankan jika Dharma Caruban mengajarkan kepada kita dimana pada saat menyembelih hewan baik yang akan dijadikan bahan upacara maupun pesta selalu didahului oleh pengastawan/doa untuk kesucian roh hewan yang akan disembelih.
Apabila akan menyembelih hewan (Ngelepas Patik Wenang), terlebih dahulu agar tercapainya kesucian (Sorga) baik yang akan disembelih maupun yang menyembelih serta tujuan dan sasaran dari pada penyelenggarannya, sebab pembunuhan merupakan perbuatan dosa (Imsa Karma), jika sebelum melakukan pembunuhan kita awali dengan permohonan maka dosa yang kita perbuat akan mendapatkan pengampunan dari hyang Maha Pencipta. = Yan noramangkana tan anemu rahayu sang amejah pati wenang ika. Demikanlah tersebut dalam Lontar Patik Wenang. = Apan maha petaka ngardha ingsa, tininda ring rat parasadhu melik, adoh mareng swargan paratre, sasar mareng tambra goh muka tembe. yang maksudnya : Sebab amatlah sengsaranya perbuatan seseorang yang menghianat, akan tercela di dalam dunia, dimana terasing bagi para bijaksana, jauhlah untuk sampai kealam sorga, ketika saat meninggal dunia kelak menderitalah dia jatuh ke lembah penderitaan. Demikian Sang Sutasoma menasihati Harimau dalam Kekawin gubahan Pujangga Mpu Tantular.
Jadi apabila kita melakukan suatu yadnya dan penyembelihan terhadap hewan patutlah mengadakan pengelepasan tersebut, adapun doa/pengastawan yang diucapkan ketika akan menyembelih hewan berbeda menurut jenis hewannya.
1.       Dwi Pada : hewan yang berkaki dua

"Om Swasti swasti sarwa dewa bhuta suka predana purusha sang yoga ya namah, Om Yang Nama Swaha"
Maksudnya : Bagi binatang sembelihan yang berkaki dua dan yang sejenisnya rohnya dikembalikan ke arah timur kehadapan Betara Iswara, dengan harapan kelak apabila numitis rohnya itu kedunia akan menjadi manusia yang sakti dan indah perawakanya, tak tercela dan selalu bisa bersedana (beramal) yuang baik serta sepanjang hidupnya selalu berpegangan pada Dharma.
2.       Catur Pada  : hewan berkaki empat

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om Bang Namah Swaha.
Maksudnya  : Bagi binatang sembelihan yang berkaki empat seperti kerbau, sapi, babi dan sejenisnya rohnya dikembalikan ke arah selatan kehadapan Betara Brahma.
3.       Asta Pada  : hewan berkaki delapan

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om Ung Namah Swaha.
maksudnya  : Bagi binatang sembelihan yang berkaki delapan seperti ketam, Udang dan sejenisnya rohnya dikembalikan ke arah Utara kehadapan Betara Wisnu.
4.        Halaku - laku Dada  : berjalan dengan Dada

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om Tang Namah Swaha.
Maksudnya  : bagi binatang sembelihan yang berjalan dengan dada maka rohnya dikembalikan ke arah barat kehadapan Betara Mahadewa.
5.       Sahang Samidha  : kayu-kayu bakar

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhan purusa sang yoga ya namah, Om Nang Namah Swahya.
Maksudnya  : bila menggunakan kayu bakar /menebang pohon roh kayu tersebut dikembalikan ke arah tenggara kehadapan betara Mahesora.
6.       Daun-daunan

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om Mang Namah Swaha.
Maksudnya  : bila menggunakan daun-daunan lebih lebih untuk kepentingan yadnya rohnya dikembalikan ke arah barat daya kehadapan Bethara Ludra.
7.       Suku Tunggal  : berkaki satu

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om Sing namah Swaha
Maksudnya  : bagi penyembelihan binatang yang berkaki satu rohnya dikembalikan ke arah barat laut kehadapan bhatara Sangkara.
8.       Durpada (......)

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om Wang Namah Swaha.
Maksudnya  : apabila menyembelih binatang yang deyet (........) maka rohnya dikembalikan ke arah timur laut ke hadapan Bhatara Shambu.
9.       Salwiring we  : Jenis Ikan

"Om Swasti-swasti sarwa dewa bhuta suka predhana purusa sang yoga ya namah, Om yang namah swaha, Ung Siwa nirmala namah swaha, Ong ong sada siwa nirmala dhirgaya nama swaha, Ong ong Prama Siwa Niroga namah swaha, Ong ong sama sampurna namah swaha.
maksudnya  : bila menyembelih segala jenis ikan rohnya dikembalikan ke arah tengah kehadapan Bhatara Siwa
Selain dari pada doa/ pengastawa yang dilakukan pada waktu menyembelih hewan, maka upakara/bebanten sebagai alat untuk mmohonkan restu Hyang Widhi atas tercapainya kesucian roh hewan yang disembelih dan keselamatan si penyembelih. Adapun banten/upakara yang sederhana mungkin dalam memulai penyembelihan adalah :
a.       Banten akan menyembelih : sebuah canang sari, segehan kepel yang lengkap dengan tetabuhannya serta tirta yang dimohon di tugu/ sanggah.
b.      Bebangket pada daging yang telah terpotong-potong yang akan diolah  : Isen, Jahe, Kunyit dan Minyak Kelapa.
c.       Doa akan mulai menyembelih : Ih Sudha malung, iki labaan sirane, aja sira agresianin bawi iki (binatang yg disembelih), matulak ta sira ring sida malung. Barulah mulai menyembelih.
OLAH-OLAHAN.
Telah diatur oleh para leluhur kita dari jaman dahulu bahwasanya jenis hidangan/olah-olahan yang terdapat dalam upacara adat Agama Hindu khususnya di Pulau Bali dapat dibeda-bedakan dalam tiga jenis :         
1.       Jenis Olahan yang Kering, dalam jenis ini kita dapati dalam bermacam-macam bentuk seperti Sesate, Gorengan, Brengkes, Urutan, Lempet dan Gubah.
2.       Jenis Olahan yang Lembab, dalam jenis ini kita dapati bentuk seperti Lawar, Tum, Balung, Timbungan, Oret, Semuwuk.
3.       Jenis Olahan yang Cair, dalam jenis ini kita dapati dalam bentuk kekomoh, Ares.
Sesate :
Walaupun disebut sesate, namun bukan semua sesate itu sama, baik namanya, ramuannya demikian pula rasanya. berbagai jenis sesate yang ada di Bali antarta lain :
a)      Sate Lembat atau Kreta Semaya, sate ini bahannya terdiri dari daging yang ditumbuk sehingga lumat, berisi gula aren, dan kelapa yang diparut dengan bumbu sebagai berikut : ragi, mica, ginten, tingkih, bawang merah, bawang putih, trasi, kulit jeruk purut, cabai, cekuh, kunyit, garam, santen. Tangkainya bambu raut lalu dililit.
b)      Sate Asem : dibuat dapri pada daging, kulit, semuanya terpotong potong, serta ditusuk dengan bambu raut yang runcing.
c)       Sate Pusut  : bahannya dari hati yang direbus dipotong-potong lalu ditusuk dalam bambu raut yang runcing dan diisi tiga potong dalam satu tangkai.
d)      Sate Empol  : Sate ini juga disebut sate Kwinda, yang bahannya adalah daging, urat setelah direbus lalu tusuk pada katiknya.
e)      Sate Kablet  : Bahannya adalah daging dan kulit setelah direbus lalu dipotong-potong dan setelah ditusuk sate tersebut dililit dengan daging yang tertumbuk lumat lalu direbus.
Gorengan  :
Olah-olahan Gegorengan ini tidaklah halnya seperti sate, melainkan hanya satu jenis, dimana daging, tulang, perut, hati, paru-paru, limpa, dan yang lainnya setelah dipotong-potong lalu digoreng diberi garam.
Brengkes  :
Brengkes pada umumnya digoreng, untuk bumbu menyesuaikan dengan daging yang dipakai.
-          Brengkes Sapi  Bumbunya : bawang putih, bawang merah, minyak kelapa, cekuh, tinggih, tumbah, cabai, mica, ginten, jahe, bangle, sere, garam. setelah diaduk lalu digoreng.
-          brengkes Babi bumbunya sama seperti brengkes Sapi hanya tidak diisi  daun Ginten dan Bangle.
-          Brengkes Lele  bumbunya :bawang merah, bawang putih, minyak kelapa,garam dan cabai.
-          Brengkes Lindung bumbunya : sama dengan bumbu brengkes sapi.
Urutan  :
Urutan walaupun terdiri dari daging yang lembab seperti lemak/muluk dan daging tetapi karena cara memasaknya dengan cara menggoreng maka termasuk olahan kering. Urutan ini juga sering disebut dengan "lemah Pinanah". Adapun bahannya adalah : Usus Muda, daging dan muluk yang telah dipotong-potong. Bumbunya : bawang, jahe, isen, cekuh, ketumbar, sere tabia/cabai. Atau yang lebih lengkapnya dipakai base gede. Adapun yang disebut Kacengro yaitu urutan yang bumbunya terdiri dari bawang putih, cabai bun, mica, ginten, kancah kencur.
Lempet  :
Lempet terdiri daripada : isi otak/polo, dicampur dengan daging, tulang muda, lalu ditumbuk. bumbunya baik dengan base gede. Adapun cara memasaknya yaitu setelah dibungkus dengan daun pisang yang menyerupai bantal lalu di panggang.
Gubah  :
Gubah ini dibuat daripada kulit yang sedikit berisi lemak, kemudian diurap dengan kunyit yang lumat dan diberi garam secukupnya lalu digoreng setengah matang. Adapun besarnya Gubah ini adalah selebar telapak tangan, jika bahannya dari daging yang di iris-iris dicampur bumbu lalu dikeringkan maka disebut dengdeng.

Lawar  :
Lawar ada bermacam-macam jenisnya menurut bahan dagingnya, demikian pula bumbunya. berbagai macam lawar yang terdapat dalam olahan adalah  :
-          Lawar Tulen : lawar semacam ini terdiri dari daging paha mentah yang dilumat dengann metektek, kemudian dicampur dengan darah mentah, diisi serapah yaitu kulit direbus setengah matang kemudian diiris-iris tipis serta dicampur dengan bumbu yang lengkap.
-          Lawar Penyon  : bahannya dari daging yang ditektek sangat lumatnya kemudian dicampur dengan kelapa yang diparut, sedeikit darah sehingga warnanya sedikit kemerahan, kadang kala dicampur dengan buah cempedak yang muda direbus dan ditektek pula, lalu dicampur dengan bumbu : bawang merah, bawang putih, cekuh, merica, asem limau, mba/bawang goreng.
-          Lawar Batu Rubuh/ Lawar Padmara  : lawar ini adalah campuran dari lawar tulen dengan lawar Penyon, yang mana ditambah lagi dengan serapah dari daging yang diiris-iris dan kelapa yang digobed.
-          Lawar Petak  : bahannya dari daging dan kulit yang telah matang lalu diiris-iris sangat lumatnya, lalu dicampur dengan kelapa yang diparut serta diberi santen kane( santen dari kelapa yang dipanggang), tetapi lawar ini tidak dikasi darah.
-          Lawar Pepahit/ lawar Subakti/Wisnu Murti yang mana bahannya terdiri dari daun-daunan dan buah buahan  yang rasanya agak pahit seperti daun belimbing, buah paya yang sebelumnya direbus kemudian ditektek hingga lumat, setelah lumat dicampur dengan lawar petak, dan darah mentah sekedar dan diisi pula perut besar yang telah matang (betuko/kekondo) dengan bumbu : mica, ginten, tingkih, cabai, bawang putih, ketumbar, sere, isen, emba matang yang direbus api (tambus).
Tum  :
Tum ini terbuat dari daging yang dicampur dengan tulang muda demikian pula urat yang ditumbuk hingga lumat lalu dicampur dengan  kelapa yang diparut serta diberi bumbu lengkap. bungkusnya segitiga, jika dibungkus memanjang maka akan jadi berengkes.
Balung  :
Balung atau bebalungan disebut juga jangan ulam, yang bahannya terdiri dari balung-balung yang dipotong-potong, kemudian diisi bumbu : Isen, bawang merah/putih, sere, ginten, gula bali, santen lalu di dadah (lablab).
Timbungan  :
Timbungan menurut macam bumbunya ada dua macam : timbungan biasa yang bumbunya terdiri dari bawang merah/putih, gamongan, kemiri, cekuh, bangle, isen, ketumbar, merica, ginten, sere dan santen. Timbungan Kesatryan dengan bumbu seperti tersebut di atas lalu ditambah minyak kelapa dan daun jangan ulam.
Oret  :
oret terbuat dari perut muda yang dicampur dengan tepung dan kuning telor serta bumbunya yang lengkap kemudian direbus/ dipanggang.
Semuwuk  :
Semuwuk terbuat dari perut muda diisi hati dan tepung yang sudah tertumbuk alus dan lumat dicampur dengan santen kelapa dan diberi bumbu selengkapnya lalu direbus pada air mendidih.
Kekomoh  :
Kekomoh disebut juga cobor yang bahan-bahannya dari darah yang mentah dicampur dengan hati dan daging yang lumat dan kadang dicampur pula dengan paru yang matang lalu diberi bumbu yang lengkap serta asam secukupnya kemudian diencerkan dengan air yang telah matang dan didinginkan.
Ares  :
Ares bahannya dari batang pohon pisang muda, diiris-iris, dicampur pula dengan daging dan balung, setelah diisi bumbu lalu diberi air dan dilablab hingga matang.
bersambung///

7 komentar:

  1. Mohon kelanjutan Dharma Caruban ini. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. sabaaar....tinggal dikit lagi;;;;;

    BalasHapus
  3. Matur suksema....
    Apakah ada bukunya dan dimana tersedia?

    BalasHapus
  4. Sinampura....
    Napi dados tiang share di group WA atau Fb?
    Suksema 👏

    BalasHapus
  5. Mohon info apakah jenis sate lembat atau kreta semaya itu sama dengan Sate Lilit ?

    BalasHapus