Selasa, 02 Agustus 2016

MEMBUAT CANANG



Canang Sari
Membuat canang adalah kewajiban bagi semua umat Hindu di Bali, karena betapapun besarnya upakara adalah dilandasi dengan canang. Orang bijak bilang tungtungin banten adalah sesayut, tungtungin sesayut adalah canang, tungtungin canang adalah sembah, tungtungin sembah adalah atmanastuti/pikiran. Jadi merangkai suatu upakara dimulai dari pikiran. Pikiran yang suci adalah kunci pokok untuk membuat upakara, karena membuat upakara untuk upacara dimulai dari perencanaan, merencanakan sesuatu yang suci akan muncul pula kesucian yang akan diperoleh. Maka dari itu perlu kita pilah antara suci, bersih, sukla. Yang bersih belum tentu suci juga sukla, yang sukla belum tentu bersih juga suci, yang suci sudah pasti bersih dan sukla. Coba saja renungkan sekuntum bunga yang mekar tumbuh di tepi jalan!!!!, Bunga itu mekar semerbak baunya mewangi, tapi sayang dia tumbuh agak rendah, terkadang kena tanah/debu berisi semut atau ulat, demikian juga dilangkahi oleh pejalan kaki, bunga itu sukla tapi bagaimana kita bisa mengambil untuk sarana upakara?, lalu ada bunga yang tumbuh mekar ditempat yang agak tinggi, sampai tanganpun tak dapat menjangkaunya, bersih tidak kena debu/tanah, tidak ada semut/ulat tapi tumbuh di dekat kuburan, kamar mandi atau kandang hewan bagaimana kita harus mengatakan suci, nah untuk itu mari kita renungi bersama membuat sesuatu yang akan memberikan nilai baik amatlah sulit itu butuh kesadaran dan pengetahuan yang benar tentang suci, sukla dan bersih.
Saat ini kami mencoba membedah sebuah makna yang terkandung dalam CANANG, sesuai dengan petikan lontar tapini yadnya bahwa banten itu melambangkan diri sendiri, melambangkan Hyang Widhi, melambangkan alam semesta. Jadi canang yang kesehariannya kita buat hendaknya memiliki sebuah makna yang menyiratkan pada ketiga makna dalam tapini yadnya. Canang/banten sebagai perwujudan diri sendiri kita maknai dalam penataan bunga disesuaikan dengan lambang diri manusia. Misalkan saja manusia itu ada yang laki dan perempuan. Laki laki mempunyai lambang putih, karna dalam pembenihannya lelaki mengeluarkan kama putih/petak sedangkan perempuan mengeluarkan kama merah/bang jadi perempuan dilambangkan dengan warna merah. Lelaki dikatakan purusa/maskulin/iswara dan perempuan adalah predana/peminim/Brahma/pencipta/ibu. Lelaki sebagai kepala keluarga mencari nafkah untuk kehidupan/amertha/wisnu/hitam, sedangkan perempuan adalah makhluk mulia/mahadewa/I,/kuning,  yang tak pernah kenal menyerah dalam menciptakan/melahirkan keturunannya. Jadi untuk merangkai sebuah canang yang sesuai dengan tattwa/makna yang terdapat dalam lontar yadnya prakerti/tapini yadnya adalah seperti gambar di bawah

                                                                        
                               
Warna putih ada di kanan depan/atas, warna merah ada di kanan belakang/bawah, ini menandakan bahwa kaum maskulin harus mempunyai tanggung jawab yang besar di garda depan untuk menunjang kehidupan, demikian juga kaum peminim harus harus menjaga kewibawaan keluarga. Jika dibawa kealam kedewataan yang mana kita mempunyai hulu arah suci ada dua, satu ke timur, dan satu lagi ke utara. Ketika canang itu dihaturkan kehadapan para dewa/Hyang Widhi maka warna putih akan mengarah ke timur, merah ke selatan, kuning ke barat dan hitam ke utara. Misalkan menghadap ke timur seperti d ibawah ;

                                                   

Jadi dengan menata bunga seperti itu secara langsung kita sudah bisa mengharapkan kehadiran para dewa sesuai dengan tempat dan prabawanya, untuk ditengah tengah ditempatkan kembang rampe sebagai lambang atau nyasa Dewa Siwa.
Sebagai lambang alam semesta/Anda Bhuana canang itu menunjukkan isi alam ini dengan keaneka ragamannya, ada catur asrama : Brahmana = putih, Ksatria = merah, Wesya = kuning dan Sudra = hitam kemudian isi banten ada yang lahir, tumbuh/mentik, bertelor. Ada segi empat, bulat dan lingkaran dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar