Senin, 20 Februari 2017

MEBAYUH UKU WAYANG


BEBAYUHAN  MASSAL WETON UKU WAYANG
( BEBAYUHAN MPU/SAPU LEGER )

I.         PENDAHULUAN
Dalam mengimplementasikan ajaran agama umat hindu senantiasa berlandaskan pada 3 (Tiga) kerangka Pokok dasar agama Hindu, mulai dari memahami  filosofis agama Tattwa, penunjukkan tingkah laku susila serta melakukan pendekatan kehadapan Ida Hyang Widi Wasa dengan melaksanakan Upacara agama dengan berbagai macam upakara agar terwujud suatu keharmonisan dan keselarasan.
Adapun upaya yang dilakukan umat untuk menjaga keselarasan/ keharmonisan adalah dengan  jalan menjaga harmonisnya  hubungan, sesama umat, alam lingkungan serta dengan Ida Hyang Widi Wasa yang sesuai dengan tri hita karana.
Upaya untuk mewujudkan keharmonisan selanjutnya  dilakukan dengan menata tata ruang mulai dari penataan tempat ibadah untuk melakukan pendekatan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa (Parahyangan), mengatur tata letak  tempat tinggal (Pawongan) dan penataan telajakan (Palemahan) sebagai upaya untuk menciptakan suasana hening, damai dan tenteram sehingga  dapat memberikan fibrasi positif pada umat dalam melaksanakan kewajiban berkaitan dengan swadharma agama dan swadharma negara.
Kondisi tersebut semestinya dapat terwujud dengan baik, namun karena adanya pengaruh Karmawasana hal ini mengakibatkan munculnya permasalahan yang berkaitan  dengan situasi ruang, waktu dan tempat.
Untuk menyikapi kondisi dimaksud, sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan agar tercipta keselarasan hidup, mulai dengan melakukan Pengenalan terhadap diri sendiri, melatih tingkat kepasrahan serta melakukan latihan Tapa, Yoga dan Samadhi agar dapat lebih meyakini akan ke Maha KuasaanNYA. Namun dapat juga dilakukan dengan melaksanakan Upacara  Agama yang berlandaskan pada Sastra Agama untuk mensinergikan sifat Satwam, Rajas dan Tamas pada diri melalui Upacara Bebayuhan.
Sebagaimana dimaklumi upacara bebayuhan memiliki  makna untuk menetralisir berbagai pengaruh yang kurang baik pada diri manusia dan dalam pelaksanaannya, upacara ini sering dikaitkan dengan waktu/hari kelahiran seseorang.
Bayuh memiliki sepadan kata dayuh yang dalam bahasa Bali berarti sejuk sehingga bayuh dimaksudkan untuk menyejukkan diri manusia dari hal-hal yang bersifat kurang baik atau panas terkait dengan waktu kelahiran seseorang. Bayuh juga dapat dipadankan dengan kata bayah yang mempunyai makna membayari segala sesuatu yang dianggap kurang (kurang harmonis/kurang sehat dll) dalam meniti kehidupan ini sehingga dengan jalan mebayuh dianggap dapat memberikan vibrasi positif sehingga dapat merasakan nyaman, tenang dan damai.
Sedangkan kata ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti menyucikan. Sehingga untuk upacara bebayuhan dilaksanakan juga penglukatan yang berfungsi sebagai upaya pembersihan diri secara spiritual.
Dengan demikian pelaksanaan upacara bayuh atau ruwatan memiliki makna penyucian atau pembersihan, terlebih bagi seseorang yang terlahir pada Wuku Wayang sering dianggap sebagai anak Sukerta yang akan menjadi santapan Bhatara Kala dan untuk menetralisir hal dimaksud, seseorang yang terlahir pada wuku Wayang harus dilukat dengan Penglukatan/Bebayuhan Weton Sapu Leger.
 Mengingat upacara ini jika dilaksanakan secara perorangan membutuhkan sarana dan prasarana upacara yang agak besar, untuk memfasilitasi umat yang belum dapat melaksanakan Upacara tersebut, maka Desa Pekraman Kubu berusaha mewujudkan pelaksanaan upacara dimaksud.

II.       DASAR PELAKSANAAN :
1.    Merupakan program kerja Desa Pekraman Kubu.
2.    Melaksanakan hasil Keputusan rapat  Krama Desa Adat Kubu
III.     MAKSUD DAN TUJUAN:
Adapun maksud dilakukan Upacara Bayuh Weton Sapu Leger adalah untuk membatu umat sedharma yang belum mampu melaksanakan upacara secara perorangan.
Sedangkan tujuannya adalah memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar peserta Upacara Bayuh Weton Sapu Leger diberkati keselamatan, kesucian dan kebersihan hati.
IV.    PESERTA :
Adapun peserta bayuh oton sapuh leger adalah sebanyak 90 (sembilan Puluh) orang terdiri dari umat Hindu yang berasal dari wilayah Kabupaten Gianyar,  dan Bangli.
V.  WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN:
Upacara Bayuh Weton Sapu Leger dilaksanakan pada:
1.       Tanggal 13 September 2014 seluruh peserta Upacara Bayuh Weton Sapu Leger secara bersama-sama mengikuti pelaksanaan upacara mulai pukul 10.00 Wita sampai selesainya Upacara, dengan memakai pakaian adat madya yang sesuai dengan hari lahirnya dan membawa busana pengganti berwarna putih kuning.
2.       Bertempat di Balai Masyarakat Desa Pekraman Kubu Bangli.
VI.     TAPINI:
Sebagai  Tapini adalah  Jro Mangku Gelgel Songan (Jr Mk Tukang)
VII.  YADNYAMANA:
Sebagai Yadnyamana Bendesa Desa Pekraman Kubu
VIII. PEMUPUT
Sebagai Pemuput dalam pelaksanaan upacara ini :
1.         Ida Pedanda Putra Tanjung
2.        Jro Dalang Ida Bagus Nyoman Adnyana dan Jro Dalang I Ketut Teler
IX.    PEMBIAYAAN:
Adapun besarnya biaya untuk mendukung pelaksanaan Upacara ini adalah sebesar Rp. 20.000.000,- yang bersumber dari yadnya peserta yang sifatnya tidak mengikat dan dana punia dari umat sedharma.
X.      PEMUPUT UPACARA:
Pemuput upacara adalah  Pandita yang memiliki kualifikasi sebagai berikut :
1.    Amengku Dalang Brahmana ( Panditta sebagai Dalang yang disebut Ida Mpu Leger)
2.    Mampu menguasai Tattwa  atau Dharma Pewayangan


3.    Menguasai beberapa mantram penglukatan seperti “ Agni Nglayang, Asta Pungku, Dangacharya, Gemana, Siwa  Gemana, Tirta Gemana, Penglukatan Penyapuh Leger serta mantram penglukatan lainnya.
4.    Menguasai gagelaran sebagai seorang Panditta  ( Sulinggih sebagai Siwa, Sadda Siwa, dan Parama Siwa )
XI.    SARANA UPACARA:
Adapun sarana upakara yang dibutuhkan dalam pelaksanaan   Upacara Bebayuhan Weton Sapuh Leger adalah sebagai berikut;
  1. Ngadegang Sanggar Tutuan/Sanggar Tawang  meuduh-uduh peji, kadali puspa ( biyu lalung ) metegul antuk benang tukelan medaging jinah 250 bidang  munggah: Suci  asoroh maulam bebek putih meguling, ajuman putih kuning maulam ayam putih siungan mapanggang.
  2. Ring Sor; Caru Manca sata saruntutan jangkep, inolah nganut urip, walulangnya malayang-layang jangkep nganut urip manca desa. Banten Penebasan sang Maweton: Ngadegang laapan mabucu telu munggah suci saruntutan  asoroh maulam itik betutu, maarta 1700.
  1. Banten ring sornyane penek putih 5, ulamnya sata putih mepanggang winangun urip.
  2. Bebantenan ring arepan keliri: Sorohan bebangkit jangkep asoroh, banten nasi barak maulam ayam bihing mepanggang mapukang-pukang winangun urip, sampian antuk daun endong bang
  3. Gedebong biyu kayu ngatut buah, pusuh mategul benang tukelan jinah 250 bidang
  4. Ring lalujuh keliri  kiwa tengen kategul antuk benang tukelan suang-suang majinah 250 bidang, katanjebin sanggah cucuk melamak gantung-gantungan, munggah tumpeng pada adanaan, kembang payas, lenga wangi, burat wangi, samanya sakabuatan.
  5. Suare kategul antuk benang tukelan medaging jinah 250 bidang.
  6. Banten Sang awayang: suci  saruntutan asoroh maulam itik betutu, pulagembal, masekar taman, pajegan, canang pangkonan, santun sarwa 4, maarta 500, peras penyeneng, segeh agung utawi suci  saruntutan asoroh maulam itik putih, peras ajuman, canang gantal medaging jinah   krecen   sepehe   satus ( 1900 ) jinah bolong, sesantun gede soroh 4, medaging jinah 1132 bidang.
  7. Genah Tirta Sang Mpu Leger Sangku Sudhamala metatakan dulang medaging beras, benang, arta 225, medaging sekar 11 warna, mesamsam, wija kuning
  8. Tebasan Sungsang Sumbel 1 tanding: Tumpeng abungkul kaapit antuk ulam ayam 2, ulun ulam ayame asiki meajeng keluhur ( menghadap ke atas ), asiki ngasor ( menghadap ke bawah ) , meraka galahan, kacang komak mawadah tamas dados awadah.
  9. Tebasan Sapu Leger: Tumpeng abungkul matusuk antuk carang bingin, maulam ayam, majaja tabagan biyu galahan, lebeng matah, bantal galahan, rerasmen kacang komak, mejijih ketan injin, ketipat tulung, pisang payasan, peras lis mewadah ngiyu anyar, metaled kampil, metatakan beras, kacang komak matah, bantal matah, jaja matah, biyu matah, menyibakang genahnyane ring sane melakar lebeng, tekaning sungsang sumbele, kedenga-kedengi, seraka dadi angiyu, metangkeb saput poleng. Kedenga-kedengi = nasi mesuwer busung susunin tumpeng asiki, meraka jaja kukus ketan, jaja kukus injin 7 tanding dados adulang.
  10. Tebasan Tadah Kala: Nasi popolan mabucu telu mataled antuk don tunjung, matusuk bungan tunjung, matatakan saput poleng, sirah nasine mabucu telu madaging getih bawi, maulam urab barak, urab putih, kacang komak dados adulang. Tebasan kala melaradan: Nasi kuning mewadah takir, nasi warna maulam balung, taluh medadar buah bancangan, base gulungan mawadah sok, matanjeb busung 5 akatih, madaging tuak abotol, arak sarebad, berem beras, raka – raka galahan dados adulang
  11. Tebasan penulak bhaya = tumpeng asiki kacang-kacang, raka-raka galahan
  12. Tebasan Pangenteg bhayu = Tumpeng asiki, maiter antuk rerasmen, rujak atakir, raka-raka sajangkepnyane.
  13. Tebasan Pangalang Hati = Penek bolong,   be   hatin ayam,       mawilahan ( jangkep ), durmanggala, prayascita, pageh tuwuh, bubuh plasa atakir, biaung buluh atakir, nasi mesisir atakir, nasi widia  misi unti atakir
  14. Sesayut dirga yusa ring kamanusan = Nasi sasah mesuwer, maiter antuk penek papat, ulamnya betutu ayam, muncuk dadap, celekontong  ( wakul
  15. saji alit antuk busung ) 4, kawangen 4 dagingin crawis.
  16. Daksina Panebusan Bhaya:  madaging beras 8 patan, kelapa 8 bungkul, taluh 8 bungkul, gula 8 bungkul, madaging jinag 8100.
  17. SESAYUT PAWETON
a.       Sesayut sang wetu Redite, SESAYUT SWETA KUSUMA: Sega meklopokan putih susunin iwak ayam putih mapanggang mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, sambel lenga, sekar putih kuning, penyeneng tehenan, sedah woh, kembang payas, tetebus petak apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 5555.
b.       Sesayut sang wetu Soma, SESAYUT NILA KUSUMA JATI/CITA RENGGA: Sega meklopokan ireng susunin iwak ayam ireng mapanggang mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, dagingin sambel mica, ginten cemeng masriyokan lenga, sekar ireng/pelung, penyeneng tehenan, sedah who, serojan, tetebus ireng apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 4444.
c.        Sesayut sang wetu Anggara, SESAYUT JINGGA WATI KUSUMA /CARU KUSUMA: Sega kuning kurenan meklopokan susunin iwak ayam klawu kuning mapanggang mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, dagingin saur sambel cabe, masriyokan lenga, sekar kuranta/jingga, penyeneng tehenan, sedah woh, tetebus kuranta apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 3333.
d.       Sesayut sang wetu Buda, SESAYUT PITA KUSUMA JATI /PURNA SUKA: Sega kuning mulus meklopokan susunin iwak ayam putih siungan mapanggang mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, sambel isen, masriyokan lenga, sekar kuning, penyeneng tehenan, sedah woh, , tetebus kunin apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 7777.
e.        Sesayut sang wetu Wraspati, SESAYUT PAWAL KUSUMA JATI /GANDA KUSUMA JATI: Sega dadu meklopokan susunin iwak ayam wangkas putih mapanggang mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, sambel kecicang, sawur masriyokan lenga, sekar pucuk dadu, srojan penyeneng tehenan, sedah woh, , tetebus dadu apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 8888.
f.         Sesayut sang wetu Sukra, SESAYUT RAJA KUSUMA JATI /WILET JAYA RAJA DIRA: Sega pelung meklopokan susunin iwak ayam serawah biru magoreng, mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, sambel cabe bungkut, masriyokan lenga lurungan, sekar teleng pelung, srojan, penyeneng tehenan, sedah woh, , tetebus biru apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 6666.
g.       Sesayut sang wetu Saniscara, SESAYUT GNI BANG KUSUMA JATI/ KUSUMA GANDA YUDA: Sega bang meklopokan susunin iwak ayam bihing mapanggang mapukang-pukang dados 5 tur winangun urip, dagingin saur sambel cabe megoreng, sekar bang, penyeneng tehenan, srjan,  lis, sedah woh,  tetebus bang apasang, daksina asiki, segehan atuwunan, jinah 9999.
XII.  PETUNJUK TEKNIS:
Suwang-suwang sang sane maweton nganut dinannyane mangda nabtab banten pawetonan sakasidan, ring jero suwang-suwang, karuntutin antuk tebasan   pawetonan    nganut     dina kadi    ring luhur ( Tebasan No. 20 a s/d f )
1.       Ring rahina saniscara kliwon wuku wayang wawu sapisanan nabtab banten pebayuhan wuku wayang ( Bebayuhan Sapu Leger )
2.       Sang sane nabtab bebayuahan Sapu Leger patut mawastra adat , tur makta wastra pesalin putih kuning ngawit sawatara saking dauh 10.00 wita.
3.       Sang sane ngemargiang tirta panglukatan, eteh-eteh pangresikan inggih punika para pinandita sawatara 20 diri, kasiagaang sarana maakeh 10 tanding, sibuh pepek 10 set jangkep kuskusan sudamala, taler ember/centong 10.
Demikian Upacara Bayuh Weton Sapu leger yang difasilitasi oleh Desa Pekraman Kubu, mohon dukungan dan doa agar upacara ini dapat berjalan sebagaimana direncanakan berlandaskan pada berkat anugerah Ida Hyang Widi Wasa. Jukut kangkung sambel sera,,,,

MELUKAT


"MELUKAT"  Pembersihan Diri dan jiwa.
Sifat watak dan tabiat manusia terpengaruh oleh kelahiran, lingkungan, pergaulan dan karma wesana yang dibawa dari kehidupan sebelumnya. Dalam Sarasamscaya ada disebutkan : Kelahiran menjadi manusia sekarang ini adalah kesempatan melakukan kerja baik maupun kerja buruk, yang hasilnya nanti akan dinikmati di akhirat, artinya kerja baik maupun kerja buruk sekarang ini di akhirat sesungguhnya dikecap buah hasilnya, setelah selesai menikmatinya menitislah pengecap itu lagi, maka turutlah bekas-bekas hasil perbuatannya
Seseorang yang terus dihantui mimpi buruk, perasaan gelisah atau selalu ditiban masalah yang dinilai cukup berat, selalu disarankan melukat. Tradisi yang sudah ada sejak zaman Veda ini sungguh tetap melekat pada tradisi umat Hindu di Bali. Melukat biasanya dilakukan di sumber mata air seperti pancoran, segara (laut), campuhan, dan di tempat pemujaan di rumah (kemulan) atau di griya sulinggih.
Melukat adalah upacara pembersihkan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia. "Sama seperti badan yang dibersihkan dengan sabun, jiwa dan pikiran juga perlu dibersihkan dengan melukat, dalam pustaka suci ada disebutkan “Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu pengetahuan dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan. Dalam Reg Veda I.23.22 disebutkan “Ya Tuhan Yang MAha Esa Penguasa air lenyapkan dan sucikanlah segala kesalahan dan dosa-dosa kami, meskipun kami telah mengetahui bahwa perbuatan itu mesti tidak kami lakukan atau tidak benar”, dilanjutkan dengan ayat 23.23 “sekarang kami menerjunkan diri ke dalam air, kami menyatu dengan kekuatan yang menjadikan air ini, semoga kesucian yang tersembunyi dalam air ini, menyucikan dan memberikan kekuatan suci kepada kami”. Serta dalam Reg Veda X.17.10 disebutkan “Semogalah air suci ini menyucikan kami bercahaya gemerlapan, Semogalah pembersih ini membersihkan kami dengan air suci, Semoga air suci ini mengusir segala kecemaran, sungguh kami bangkit memperoleh kesucian daripadanya”. Dari mantram itu Umat Hindu meyakini air sebagai sumber kehidupan dan sangat bermanfaat untuk mandi membersihkan diri baik badan maupun jiwanya.
Makna dari upacara melukat ini, menyucikan dan membersihkan kembali sifat-sifat buruk dan kotor yang ada dalam setiap diri manusia. Melukat berasal dari kata sulukat. Su berarti baik dan Lukat berarti penyucian. Jadi, melukat berarti menyucikan diri guna memperoleh kebaikan, kerahayuan. Karena filosofi ini pula, upacara melukat kini tak hanya dilakukan umat Hindu. Dibeberapa tempat melukat juga sering dilaksanakan oleh para wisatawan baik domestic maupun manca negara, segala umat pernah melakukan pengelukatan. Mungkin saja mereka yang memiliki masalah berat, ingin mencoba membersihkan diri dengan upacara melukat. Sekarang melukat sudah universal, Umumnya, seperti yang diyakini orang kebanyakan, upacara melukat ini dilakukan pada hari-hari baik (dewasa ayu), seperti saat Purnama atau Banyu Pinaruh. Namun, kalaupun hari-hari tersebut tidak ada waktu sebaliknya dilaksanakan kapan saja yang terpenting adalah niat dan tujuan
Sesuai sastra, pengelukatan bisa dilakukan dimaa saja. Namun, alangkah baiknya dilakukan di sumber mata air seprti beji, patirtan, pancoran, laut, campuhan, atau pada lokasi-lokasi yang memiliki vibrasi positif yang sangat kuat.
Adapun tahapan pengelukatan yang dilakukan adalah: Pertama, pengeleburan dasamala melalui mantra-mantra yang diucapkan pemangku, keacep ring Bhatara Wisnu sebagai pemelihara (air), Kedua, nyapuh sarwamala. Pemedek turun ke campuhan ke laut, pancoran dll ataupun disiram oleh pandita/pinandita, dengan filosofi segala kekotoran dalam diri dihayutkan ke laut/ke pertiwi. Setelah membuang kotoran yang ada dalam diri (dengan rasa), dilanjutkan, Ketiga, jiwa dan pikiran diisi kesucian  , Keempat, persembahyangan.
Pengelukatan sederhana sejatinya bisa dilakukan di rumah, dengan air cacapan pawon (cocoran atap dapur). Keyakinan ini filosofinya adalah pengeleburan oleh Dewa Brahma. Ketika kita habis melayat atau mendapat perasaan yang tidak mengenakan dari orang lain atau pula bermimpi buruk, maka pengelukatan di cacapan dapur ini sangatlah epektif.ritualnya sangatlah sederhana hanya bermodalkan segayung air bersih lalu doakan kehadapan dewa Brahma mohon agar segala yang berbau negative dapat dimusnahkan, lalu air tadi disiramkan ke atas atap dan air cucuran itu digunakan untuk melukat dari kepala sampai pada kaki, yang sama juga dilakukan ketika datang dari tempat kematian/kuburan. Tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang.