Senin, 11 April 2016

KANDA DEWA

Om Awighnam Astu Nama Sidham
     Nihan Babad Kanda Dewa mwang blasane sane narah Ratu Jawa mwang Bali, semalih nagingin manusa ring jawa mwang Bali, tur sane ngawitin ngawe tastra ring Jawa mwang Bali.
     Inggih ngawit sang Hyang Tunggal Ida madruwe rabi kekalih, sane luhuran mapesengan Dewi Damani madruwe putra tatiga, pinih luhur Ida Betara Dewanjali, malih Ida Bhatara Damastuti, pinih alit Ida Bhatara Dharma Dewa. Rabine sane alitan mapesengan Ida I Dewi Rakti, madruwe putra kekalih, sane luhuran Ida Bhatara Ismaya Smara, arine Ida Bhatara Manik maya Guru.
     Inggih Bhatara sane meparab Ida Bhatara Empu Ramayadi  mekarya senjata ring duhur ambune, putran Ida Bhatara Anganjali mekarya senjata ring duhur tengah segarane, ana sudagar Prabhu sakeng Najrum mawasta Prabhu Markil anglinggihin kapal, rauh ring madyan segarane raris bencah kapal punika. Ida Bhatara Empu Anganjali risedek mekarya senjata raris kacingak kapale bencah raris gelis Ida ngambil jadmane irika raris keanggen parekan, risampun suwe memarekan raris kehatur rihin Bhatara melancaran merika ke negari Najrum, ri sampun rauh ring Negari Najrum kawentenan Ida Prabhu Markil madruwe putra istri asiki maparab Ida Dewi Saka. putran sang prabhu raris kehaturang ring Ida Bhatara pinaka rabi risampune suwe alaki rabi raris mobot Ida Dewi Saka. Ida Bhatara raris eling ring pekaryan Idane tumuli ngandika ring Ida Dewi Saka, "Ih Dewi Saka icang metinggal ring nai jani, sampun suwe icang dini, engsap teken pekaryan, inggih mangkin icang mekarya senjata, mangkin nai Dewi Saka yen suba lekad manike, yen alanang adanin I Jongko Sangkolo, yan luh sara I Dewa". raris memargi Ida Bhatara ke segara mekarya senjata.
     Inggih sampun suwe bobote, irika lekad manike tur lanang, raris kawastanin I Jongko Sangkolo. Ri sampun luhur putrane raris matur ring sang ibu nunasang I Aji, digelis Ibun dane nuturang ajine, "Inggih Ajin Idewa Ida Bhatara Empu Anganjali sane mekarya senjata irika ring duhur tengah segarane", inggih sang Ibu yening sapunika titiang mepamit jagi tangkil ring Bhatara, raris I Jongko Sangkolo mekeber pacang tangkil ring Ajin Idane bhatara Empu Anganjali, gelis kepanggih Ida Empu Angganjali ring duhur tengah segarane, tumuli I Jongko Sangkolo meatur,"Inggih ratu bhatara mangda titiang uning ring cokori ratu". Raris Ida bhatara ngandika ring I Jongko Sangkolo, "Ih Bapa saja kasub di jagate nanging ada ngunkulin bapa, Bapa ngelah guru wayah cening Ida Bhatara Empu Ramayadi mekarya senjata duhur ambune". Raris matur I Jongko Sangkolo, "
durung ngidaang ngetik malih............bersambung

NGEREBEG



UPACARA NGEREBEG DI BANGLI
Masyarakat Adat Bangli yang dikenal banyak nyungsung barong, dulunya rutin mengadakan upacara yang diberi nama sangkepan barong atau barong mapadu. Tradisi barong mapadu biasa dilakukan semasa berkuasanya Raja Bangli Anak Agung Ketut Ngurah alias Regen Bangli. Aktivitas tersebut dikaitkan dengan kegiatan ritual. Namun, belakangan sangkepan barong tak lagi diadakan lantaran adanya kekhawatiran akan memicu terjadinya konflik antar banjar, akibat banyak warga kerauhan. Karena itu, sangkepan barong semacam itu kini tidak pernah diadakan lagi di Bangli.
Kendati demikian, di Bangli sejak pemerintahan Bupati I B Agung Ladip dilakukan aktivitas yang disebut Ngerebeg. Aktivitas ritual ini berlangsung di pusat Kota Bangli dan hingga kini masih tetap dijalankan. Prosesi Ngerebeg dilangsungkan di pusat kegiatan bisnis di Bangli, tepatnya di perempatan patung Tri Murti yang berlokasi di sebelah utara Pasar Kidul Bangli. Secara rutin pada malam hari di saat Galungan atau Kuningan semua banjar adat yang berlokasi dekat jantung kota ini nedunang Ida Batara berupa arca barong untuk katuran ayaban sewentena (seadanya) dan caru agung. Namun, tidak hanya saat hari raya Galungan dan Kuningan diadakan ritual ngerebeg. Ritual ini juga dilakukan pada hari-hari lainnya seperti pada pangerupukan. Sebagaimana dilakukan oleh pengemong Ida Batara di Pura Puseh Bebalang. Biasanya di hari itu, Ida Batara akan diiring keliling desa.
Upacara ngerebeg sesungguhnya merupakan tradisi yang telah diwarisi umat Hindu di Bangli secara turun-temurun. Kegiatan itu merupakan ritual penyucian dan permohonan kepada Sang Hyang Catus Pata agar bisa turun ke jagat raya guna mensejahterakan umat. Selain itu menyelamatkan umat dari kemungkinan segala macam gangguan. Sang Hyang Catus Pata atau sering juga disebut Sang Hyang Catur Bhuana/Sang Hyang Catur Loka Pala adalah penyatuan dari catur dewata, dari arah timur Dewa Iswara, selatan Dewa Brahma, barat Dewa Mahadewa, utara Dewa Wisnu. Di tengah ditempatkan upakara yang akan dipuput oleh pandita/pinandita sebagai niasa Dewa Siwa.
Kenapa hanya dilakukan di pusat kota? Hal itu disesuaikan dengan posisi perempatan yang mengarah ke empat banjar adat, yakni meliputi Banjar Kawan, Blungbang, Pande dan Banjar Geria. Keempat banjar ini masing-masing nyungsung arca barong di Pura Dalem yang terdiri atas Dalem Purwa, Dalem Gede Selaungan, Dalem Pegringsingan, dan Dalem Penunggekan. Keempat arca barong tersebut, pada saat berlangsungnya upacara akan menghadap ke masing-masing banjar adat. Ida Batara di Dalem Purwa akan menghadap arah barat, Ida Batara Dalem Penunggekan menghadap ke selatan, Dalem Gede Selaungan menghadap ke utara, Ida Batara Dalem Pegringsingan menghadap ke timur. Posisi berhadap-hadapan yang dibagi dalam empat arah posisi desa itu disebut nyatur desa.
Setelah katuran ayaban, Ida Batara akan diarak malancaran mengelilingi masing-masing banjar penyungsung. Saat malancaran itu biasanya banyak pula yang kerauhan (kesurupan), bahkan tidak jarang banyak yang sampai ngunying/ngurek. Kendatipun jalannya ngerebeg di pusat kota baru ditertibkan beberapa waktu yang lalu, tradisi ini sebenarnya sudah diwarisi oleh masyarakat Bangli sejak mengenal keberadaan Barong Swari.
berawal dari petunjuk sastra tersebut maka di desa pekraman kubu juga melaksanakan tradisi ngerebeg yang dilaksanakan pada malam hari raya kuningan, tujuannya adalah memohon keselamatan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa dengan prebawaNya Sang Hyang Catus Pata/Sang Hyang Brahma Catur Muka supaya desa pekraman diberikan perlindungan keselamatan dari pengaruh-pengaruh negatif  Bhuta kala, selain untuk mengharmoniskan Panca Durgha (Sri Durgha, Dari Durgha, Suksmi Durgha, Raji Durgha dan Dewi Durgha) di catus pata terkait dengan pelaksanaan hari raya Galungan yang disertai dengan Bhuta Tiga Sakti ; Bhuta Amangkurat, Bhuta Dunggulan dan Bhuta Galungan perlu disomye/ diharmoniskan dengan jalan nedunang petapakan Ida Betara Gde, Betara Nini dan Betara Anom  serta Ratu Srenggi ke catus pata, supaya kekuatan Panca Durgha dan Kala Tiga tersebut berubah menjadi kekuatan panca rsi dan panca dewata serta menjadi kekuatan Tri Murti dan Tri Perusa. Kekuatan dewata inilah yang nantinya kita harapkan memberikan perlindungan kepada alam semesta baik bhuana agung maupun bhuana alit.

KESURUPAN/KERAUHAN



KESURUPAN

            Kesurupan adalah suatu peristiwa dimana hilangnya kesadaran manusia atas kontrol badan jasmaninya. Kesurupan tersebut bisa timbul karena kondisi jiwa yang tertekan (beban berat/depresi) yang tak bisa terpikulkan, bisa juga karena faktor-faktor gaib yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata semata. Hal mana menyebabkan pikirannya menjadi tidak seimbang dan bahkan kosong sama sekali untuk kurun waktu tertentu. Pada posisi seperti ini, masuklah roh halus merangsuki pikirannya (bisa roh halus yang bersifat baik maupun yang bersifat jahat). Roh itu bisa berupa roh yang baik seperti : roh manusia sakti (yang telah meninggal), leluhur, atau para Dewa, bisa juga roh yang jahat seperti jin, setan,memedi,tonyo, gendoruwo dan lain sebagainya.

            Datangnya atau masuknya roh halus ke dalam pikiran manusia bisa tanpa diundang dan bisa juga karena diundang. Sengaja mengundang masuknya roh halus lewat doa-doa, nyanyian serta ritual-ritual tertentu dan kemudian menyebabkan orang menjadi kesurupan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita. Tradisi ini bisa kita lihat misalnya pada tarian Debus di Jawa Barat, Tarian Gandrung di Banyuwangi, Tarian Bambu Gila di Maluku, Tarian Sanghyang Jaran serta sang hyang lainnya bahkan balian ketakson  di Balipun menggunakan kekuatan roh-roh suci untuk menyampaikan pesan kepada mereka yang membutuhkan bantuan petunjuknya, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya.

            Prilaku orang yang kesurupan biasanya aneh, tidak seperti prilaku dia biasanya, kata-kata serta tingkah lakunya mengikuti kehendak roh yang merangsukinya. Ada yang tiba-tiba mengamuk dan berteriak-teriak, ada yang badannya berguncang, ada yang berperilaku seperti anak-anak, ada yang pembawaannya tenang, ada yang mendadak pintar dan sebagainya.

            Menurut pendapat para pakar spiritual, kesurupan itu adalah suatu tanda akan adanya pesan yang ingin disampaikan oleh roh yang merangsuki orang tersebut kepada orang lainnya serta  lingkungan sekitarnya. Maka dari itu diperlukan orang tertentu yang bisa mengkomunikasikan serta menterjemahkan pesan apa yang ingin disampaikannya (menurut tradisi di Bali disebut sebagai Juru Natakin Baos).

KESURUPAN MASAL
            Kesurupan masal adalah peristiwa kesurupan yang melibatkan lebih dari satu orang dan bahkan bisa banyak orang dalam suatu tempat dan dalam waktu yang (hampir) bersamaan. Umumnya peristiwa kesurupan masal ini mulai dari satu orang kemudian menular pada orang lain dan menular lagi kepada orang-orang lain yang berdekatan.

            Peristiwa kesurupan masal ini biasanya menimpa mereka yang berada dalam satu level tertentu, misalnya antar siswa dalam satu kelompok tertentu, tidak akan menular kepada gurunya (Karen levelnya berbeda), atau sering kita lihat juga di tempat-tempat suci pura misalnya, dalam pertunjukan tari calonarang juga sering disertai kesurupan masal, di mana para pemedek/pengiring  dalam suatu kelompok tari terkena peristiwa kesurupan masal tetapi tidak menular pada orang-orang suci (pemangku ataupun pendeta) yang ada di tempat itu. Belakangan ini peristiwa kesurupan banyak kita dengar terjadi tidak hanya di tempat-tempat suci tetapi juga di sekolah-sekolah, di pabrik-pabrik dan tempat-tempat umum lainnya.

BAGAIMANA CARANYA MENGATASI KESURUPAN MASAL
            Lebih mudahnya sebenarnya meminta bantuan kepada orang suci (orang pintar) yang telah mempunyai pengalaman menangani peristiwa gaib seperti ini. Tetapi apabila tidak bisa mendapatkan orang pintar karena sesuatu dan lain hal,tetaplah tanang dan jangan panik. Panggil dan tunjuklah orang yang paling dituakan di tempat itu untuk mencoba berkomuniksasi dengan roh yang merangsuki orang-orang tersebut(pilih yang terkena kesurupan pertama) agar dapat diketahui apa yang mau disampaikannya. Setelah itu untuk menyadarkannya, berdoalah dan mohonkan tirta pada tempat suci terdekat dari lingkungan itu lalu dipercikkan kepada mereka yang terkena kesurupan. Biasanya setelah itu mereka akan siuman dan kembali kepada kondisi kesadaran semula.

            Bila dengan ritual itu mereka belum sadar, maka cobalah untuk mendapatkan setangkai daun kelor atau bisa juga daun pulai lalu ditambah seikat daun ilalang (11 helai) , lalu dipukulkan berkali-kali pada tengkuk serta punggung mereka yang terkena kesurupan. Ingat berdoa dulu sebelum melakukannya .Jika anda tidak bisa doa atau mantram khusus untuk ritual ini, maka Gayatri Mantram ( Mantram Tri Sandya bait pertama) bisa dipergunakan sebanyak 3 atau 5 atau 7 atau 9 atau 11(dalam jumlah ganjil). Untuk mengingatkan saja, berikut ini adalah Mantram Gayatri yang dimaksud (bila diucapkan 3x) :

     OM OM OM    BHUR BHUWAH SWAH
                               TATSAWITUR WARENYAM
                               BHARGO DEWASYA DIMAHI
   OM                  SHANTIH SHANTIH SHANTIH OM

CATATAN : untuk yang pertama didahului oleh kata OM 3x, selanjutnya OM 1x (saja), dan terakhir ditutup dengan OM SHANTIH SHANTIH SHANTIH OM.

            Bila sudah mencapai titik kesadaran, untuk menyempurnakannya berikanlah kepada mereka untuk meminum air kelapa muda gading (bungkak nyuh gading) untuk menenangkan jiwa raganya yang telah diguncang oleh peristiwa gaib tersebut. Seperti biasanya diawali dulu dengan doa. Sebagai referensi saja mantram berikut ini bisa dipergunakan (sebelum air kelapa tersebut diminum) :

     OM   GURU TAYA GURU SUKSMA
              AMERSIHI JADMA MANUSA
              NIR PAPA NIR ROGHA NIR JYOTI
              GURU SEKALA NISKALA DADI
              LILA ARAWANA.


INI KESURUPAN BENAR APA TIDAK ?
            Di balik peristiwa kesurupan tersebut kadang-kadang masih sering kita dengar suara sumbang yang meragukan, apakah ini benar-benar kesurupan atau cuma bikin-bikinan. Hal ini bisa terjadi karena konon ada beberapa orang atau kelompok orang yang sengaja berpura-pura kesurupan dengan tujuan atau maksud-maksud tertentu sehingga sering orang menaruh kecurigaan akan peristiwa gaib atau seakan-akan gaib ini.

         Biasanya orang yang kesurupan , karena faktor kekuatan roh yang merangsukinya, dia bersifat kebal pukulan, kebal senjata, tajam, bahkan terhadap bara api. Untuk mengetahui keberadaannya, bila ada keraguan, maka kita bisa melakukan test (pinton) terhadap orang yang kesurupan dengan cara membakar kulitnya dengan nyala korek api, membasuhnya dengan air, menggosoknya dengan debu. (bisa juga dengan sebatang dupa menyala  atau mencubit kulitnya keras-keras). Bila dia tidak bergeming, maka dapat dipastikan dia benar-benar kesurupan, tetapi bila dia merasa kesakitan jelaslah dia sedang berbohong. Untuk menghindari hal-hal yang berbau kriminalisme, maka tidak dianjurkan melakukan test dengan memukul keras-keras apalagi dengan  menggunakan senjata tajam atau jangan juga dengan menggunakan api yang sedang membara. Ingat dan hati-hati, jangan sampai proses pinton ini melanggar ketentuan HAM (hak asasi manusia). Untuk menjaga agar mereka yang sedang mengalami kesurupan tersebut tidak merasa/mendapat cemohan dari masyarakat sekitarnya perlu hendaknya kepastian tadi dijalankan dengan batas-batas kewajaran, sehingga dapat memberikan keyakinan pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya