Senin, 11 April 2016

NGEREBEG



UPACARA NGEREBEG DI BANGLI
Masyarakat Adat Bangli yang dikenal banyak nyungsung barong, dulunya rutin mengadakan upacara yang diberi nama sangkepan barong atau barong mapadu. Tradisi barong mapadu biasa dilakukan semasa berkuasanya Raja Bangli Anak Agung Ketut Ngurah alias Regen Bangli. Aktivitas tersebut dikaitkan dengan kegiatan ritual. Namun, belakangan sangkepan barong tak lagi diadakan lantaran adanya kekhawatiran akan memicu terjadinya konflik antar banjar, akibat banyak warga kerauhan. Karena itu, sangkepan barong semacam itu kini tidak pernah diadakan lagi di Bangli.
Kendati demikian, di Bangli sejak pemerintahan Bupati I B Agung Ladip dilakukan aktivitas yang disebut Ngerebeg. Aktivitas ritual ini berlangsung di pusat Kota Bangli dan hingga kini masih tetap dijalankan. Prosesi Ngerebeg dilangsungkan di pusat kegiatan bisnis di Bangli, tepatnya di perempatan patung Tri Murti yang berlokasi di sebelah utara Pasar Kidul Bangli. Secara rutin pada malam hari di saat Galungan atau Kuningan semua banjar adat yang berlokasi dekat jantung kota ini nedunang Ida Batara berupa arca barong untuk katuran ayaban sewentena (seadanya) dan caru agung. Namun, tidak hanya saat hari raya Galungan dan Kuningan diadakan ritual ngerebeg. Ritual ini juga dilakukan pada hari-hari lainnya seperti pada pangerupukan. Sebagaimana dilakukan oleh pengemong Ida Batara di Pura Puseh Bebalang. Biasanya di hari itu, Ida Batara akan diiring keliling desa.
Upacara ngerebeg sesungguhnya merupakan tradisi yang telah diwarisi umat Hindu di Bangli secara turun-temurun. Kegiatan itu merupakan ritual penyucian dan permohonan kepada Sang Hyang Catus Pata agar bisa turun ke jagat raya guna mensejahterakan umat. Selain itu menyelamatkan umat dari kemungkinan segala macam gangguan. Sang Hyang Catus Pata atau sering juga disebut Sang Hyang Catur Bhuana/Sang Hyang Catur Loka Pala adalah penyatuan dari catur dewata, dari arah timur Dewa Iswara, selatan Dewa Brahma, barat Dewa Mahadewa, utara Dewa Wisnu. Di tengah ditempatkan upakara yang akan dipuput oleh pandita/pinandita sebagai niasa Dewa Siwa.
Kenapa hanya dilakukan di pusat kota? Hal itu disesuaikan dengan posisi perempatan yang mengarah ke empat banjar adat, yakni meliputi Banjar Kawan, Blungbang, Pande dan Banjar Geria. Keempat banjar ini masing-masing nyungsung arca barong di Pura Dalem yang terdiri atas Dalem Purwa, Dalem Gede Selaungan, Dalem Pegringsingan, dan Dalem Penunggekan. Keempat arca barong tersebut, pada saat berlangsungnya upacara akan menghadap ke masing-masing banjar adat. Ida Batara di Dalem Purwa akan menghadap arah barat, Ida Batara Dalem Penunggekan menghadap ke selatan, Dalem Gede Selaungan menghadap ke utara, Ida Batara Dalem Pegringsingan menghadap ke timur. Posisi berhadap-hadapan yang dibagi dalam empat arah posisi desa itu disebut nyatur desa.
Setelah katuran ayaban, Ida Batara akan diarak malancaran mengelilingi masing-masing banjar penyungsung. Saat malancaran itu biasanya banyak pula yang kerauhan (kesurupan), bahkan tidak jarang banyak yang sampai ngunying/ngurek. Kendatipun jalannya ngerebeg di pusat kota baru ditertibkan beberapa waktu yang lalu, tradisi ini sebenarnya sudah diwarisi oleh masyarakat Bangli sejak mengenal keberadaan Barong Swari.
berawal dari petunjuk sastra tersebut maka di desa pekraman kubu juga melaksanakan tradisi ngerebeg yang dilaksanakan pada malam hari raya kuningan, tujuannya adalah memohon keselamatan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa dengan prebawaNya Sang Hyang Catus Pata/Sang Hyang Brahma Catur Muka supaya desa pekraman diberikan perlindungan keselamatan dari pengaruh-pengaruh negatif  Bhuta kala, selain untuk mengharmoniskan Panca Durgha (Sri Durgha, Dari Durgha, Suksmi Durgha, Raji Durgha dan Dewi Durgha) di catus pata terkait dengan pelaksanaan hari raya Galungan yang disertai dengan Bhuta Tiga Sakti ; Bhuta Amangkurat, Bhuta Dunggulan dan Bhuta Galungan perlu disomye/ diharmoniskan dengan jalan nedunang petapakan Ida Betara Gde, Betara Nini dan Betara Anom  serta Ratu Srenggi ke catus pata, supaya kekuatan Panca Durgha dan Kala Tiga tersebut berubah menjadi kekuatan panca rsi dan panca dewata serta menjadi kekuatan Tri Murti dan Tri Perusa. Kekuatan dewata inilah yang nantinya kita harapkan memberikan perlindungan kepada alam semesta baik bhuana agung maupun bhuana alit.

1 komentar: