Minggu, 17 Agustus 2014

TABUH RAH DAN TAJEN



TABUH RAH
Pengertian tabuh rah dewasa ini memang mengalami sedikit kesimpangan, kesempatan untuk melaksanakan tabuh rah sering kali dimanfaatkan untuk melaksanakan tajen, manakala prosesi upacara pada suatu pura dilaksanakan tidak terlepas dari pelaksanaan tajen. Tajen dan tabuh rah memiliki pengertian yang berbeda, Tabuh Rah adalah taburan darah binatang korban yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara agama (yadnya), binatang-binatang yang sering kali dipakai dalam pelaksanaan tabuh rah adalah : ayam, itik, babi, kerbau dll. Cara penaburan darah dari binatang korban itu adalah dengan menyambleh dan perang sata tiga perhelatan, disaat perang sata digelar tidak jarang disertai pula dengan mengadu : kelapa dengan kelapa, telor dengan telor, kemiri dengan kemiri, pelaksanaan ini disertai dengan menggunakan andel-andel dan perlengkapan upakara lainnya. Tabuh Rah ini dilaksanakan pada tempat dan saat-saat upacara besar berlangsung, yang mana kebanyakan para yajamana karya diberikan kesempatan untuk mengadu  sarana tabuh rah tersebut. Pada waktu perang sata dilaksanakan disertai pula dengan toh/bebuat dedamping yang maknanya sebagai pernyataan atau perwujudan dari keikhlasan sang yajamana beryadnya, dan bukan bermotif judi. Bilamana perang sata berakhir kemudian toh/bebuat tersebut akan diserahkan kepada sang yajamana sebagai pelaksana kegiatan upacara yang selanjutnya akan dipakai pula untuk menunjang biaya pelaksanaan yadnya tersebut.
Tajen adalah suatu kegiatan perjudian yang dilakukan dengan cara mengadu ayam yang disertai dengan menggunakan taji di kaki ayam jantan. Pelaksanaan tajen ini tidak menghitung hari, kapanpun dimanapun, kalau sudah ada kesempatan dan ada pendukungnya seperti pelaku tajen, ayam aduan dan uang, ke tiga unsur tersebut sangat erat kaitannya dengan tajen. Tajen apakah kebudayaan?, bukan tajen adalah kebiasaan dan kebisaan, bagi mereka yang tidak bisa dan tidak biasa ke arena tajen akan merasakan asingnya kawan dan lawan, karena tidak paham dengan isyarat-isyarat yang digunakan dalam bertajen, banyak sandi-sandi/kode yang dipakai kala bertaruhan, dengan beragam bahasa judi sehingga yang terbiasa di arena tajen akan cepat sekali paham dan mengerti maksud lawan. Lalu kebudayaannya yang mana?, kebudayaan terkait dengan agama dan adat istiadat, tabuh rah adalah suatu kebudayaan hindu yang sudah sejak dahulu memang telah diwariskan oleh para leluhur kita, ini terbukti dari beberapa lontar kuna/prasasti-prasasti yang memuat tentang pelaksanaan tabuh rah. Sebut saja prasasti Batur Abang A I, tahun 933 saka yang bunyinya antara lain  :".......mwang yan pakaryyakaryya, masanga kunang wgila ya manawunga tlung parahatan, ithaninnya tan pamwita, tan pamwata ring nayakan saksi......", yang artinya kurang lebih demikian, ".....lagi pula bila mengadakan upacara-upacara misalnya tawur kesanga patutlah mengadakan sabungan ayam tiga sahet di desanya, tidaklah minta ijin, tidaklah membawa (memberitahukan) kepada yang berwenang"
Jadi jelas pada saat adanya upacara tawur kesanga atas perintah raja di kala itu memberikan kewenangan kepada seluruh warga masyarakat untuk melaksanakan tabuh rah untuk mengikuti proses rangkaian tawur, kebudayaan itu menjadi tradisi sampai sekarang, yang mana pelaksanaan tawur selalu dirangkai dengan mengadakan tabuh rah. Tradisi/kebiasaan itu mulai berkembang yang mana dengan dalih tabuh rah kini telah mengacu pada proses perjudian dengan mengadakan sabungan ayam/tajen berkali-kali, tidak yang semestinya diadakan cuma tiga kali. Apa ada yang salah?, tidak semua kembali kepada tradisi. Tradisi bukan agama namun agama harus ditradisikan. Tradisi bisa saja berubah sesuai dengan perkembangan jaman, situasi kondisi sangat memungkinkan untuk merubah tradisi, tetapi agama, adakah yang merubah agama?, sulit, karena agama adalah kitab suci. Di dalam kitab suci agama sudah digariskan, ditentukan apa yang mesti penganutnya jalankan. Segala ilmu pengetahuan sudah tersurat dalam kitab suci, tak tertinggal pula tabuh rah, di dalam Lontar Siwa Tattwa Purana disebutkan, "....muah ring tileming kesanga, hulun magawe yoga, teka wang ing madyapada magawe tawur kesowangan, den ana pranging sata, wnang nyepi sadina ika labain sang kala dasa bhumi, yan nora samangkana rug ikang ning madhyapada" artinya ".....lagi pula pada tilem kesanga aku (betara siwa) mengadakan yoga, berkewajibanlah orang yang berada di bhumi untuk membuat persembahan masing-masing, lalu adakan pertarungan ayam, dan nyepi sehari, (ketika) itu berikan korban (hidangan) sang kala dasa bhumi, jika tidak celakalah manusia di bhumi"
Ini menjadi dilema dimasyarakat, terjadilah pilihan tabuh rah apa tajen?, jelas kalau tabuh rah adanya rangkaian kegiatan upacara agama. Kalau tajen kapan saja dimana saja yang penting jadiiii.

NGUSABA DESA DAN NINI



Tujuan Upacara Ngusaba Desa dan Ngusaba Nini diselenggarakan secara bersamaan, disebutkan adalah untuk kesuburan pertanian, selain untuk desa adat sendiri, juga untuk tegaknya  pemerintah (berbangsa dan bernegara) serta damainya dunia, sebagaimana yang dijelaskan dalam kutipan Ngusaba Bersinergi Membangun Hidup Sejahtera. Yadnya ini disebutkan pula dapat memberikan kita kekuatan spiritual untuk melakukan nilai-nilai filosofis, untuk memelihara kelestarian dan fungsi unsur-unsur dari Panca Maha Bhuta.
  • Tegaknya sistem pemerintahan sebagai sentral pelayanan kepada masyarakat dengan penuh dedikasi membangun hidup bersama yang sejahtera. 
  • Tegaknya hati nurani dalam memelihara kebenaran untuk menghindari prilaku yang penuh dosa.
Menurut Lontar Widhi Sastra, juga disebutkan upacara yadnya ngusaba nini ini bertujuan untuk negtegang toya / tirtha. Sedangkan Ngusaba Desa yang dilaksanakan oleh desa adat ini bertujuan untuk negtegang bhumi.
Dalam Lontar Usana
Dewa disebutkan bahwa, upacara Ngusaba Desa dan Ngusaba Nini seyogianya dilakukan bersamaan kalau terjadi hal - hal seperti :
  • Gumi kemalaan, 
  • Manusia banyak melakukan dosa, 
  • Penyakit merajalela, 
  • Pemerintahan kacau-balau, 
  • dan banyak orang bunuh diri.
Ngusaba Desa Lan Ngusaba Nini
Demikian disebutkan tujuan dari yadnya ini dilaksanakan, sebagai upacara yang sangat universal namun diwujudkan dalam kemasan yang sangat lokal di Bali.

Menjaga Kelestarian Alam dan Budaya Bali

Diakui atau tidak hampir sebagian daerah pertanian di Bali kini tergerus oleh perkembangan pembangunan. Perkembangan pembangunan itu berdampak positif dan negatif terhadap pelestarian alam Pulau Dewata ini. Hilangnya sebagian lahan pertanian juga berpengaruh terhadap hidup dan kehidupan manusia Bali itu sendiri. Dari sisi budaya, tentu dengan hilangnya sebagian lahan pertanian sebagai tempat beraktivitasnya masyarakat Bali akan menghilangkan kegiatan budaya agraris. Persoalan sekarang, apa yang mesti dilakukan manusia Bali dalam melestarikan alam, lingkungan, dan budayanya untuk menjaga ajegnya gumi Bali dari pengaruh globlisasi?
Berbagai upacara agama digelar untuk membangkitkan kembali rasa kebersamaan dan semangat dalam melestarikan kebudayaan Bali, termasuk mempertahankan budaya agraris. Hampir sebagian besar upacara ritual yang digelar itu berhubungan dengan budaya agraris. Namun, perjuangan umat mengajegkan Bali tidak hanya berhenti pada upacara ritual. Perlu langkah-langkah nyata dalam mempertahankan budaya agraris.
Salah satu upacara yang erat kaitannya dengan pelestarian alam dan budaya Bali adalah ngusaba desa dan ngusaba nini. Belakangan ini, hampir sebagian besar masyarakat di sejumlah desa adat di Bali menggelar upacara jenis itu.
Berdasarkan etimologi kata, upacara ngusaba desa terdiri atas tiga suku kata yakni upacara-ngusaba desa, masing-masing berarti upacara adalah gerakan sekeliling kehidupan dan aktivitas-aktivitas manusia dalam upaya menghubungkan diri dengan Ida Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), dengan segenap manifestasi-Nya.
Ngusaba berasal dari akar kata utsawa, dalam bahasa daerah Bali usahabha (ngusabha) atau pangusabhan yang mempunyai arti ganda diambil dari kata sabha berarti pertemuan (rapat), utsawa (usabha) berarti pesta atau perjamuan. Sedangkan kata desa berarti tempat atau wilayah, sehingga dengan demikian kata upacara ngusabha desa berarti, sidang atau pertemuan para Dewata-Dewati berlokasi di Bale Agung bertemakan kesejahteraan wilayah desa pakraman beserta isinya. Arti selanjutnya, pesta, (perjamuan, persembahan), dalam satu wilayah — kehadapan Hyang Widi dengan segenap manifestasi-Nya. Yang dimaksud wilayah adalah daerah teritorial (wewidangan atau palemahan suatu desa pakraman di Bali).
Dalam konteks kekinian pelaksanaan upacara ngusabha desa, merupakan swadharma agama masing-masing desa pakraman di Bali. Sebenarnya upacara ngusabha atau pangusabhan itu banyak sekali jenisnya. Hal itu dapat terjadi karena pleksibelitas dan elastis konsep ajaran agama Hindu di Bali. Di samping adanya pengaruh adagium desa kala patra, desa mawacara, juga negara mawatata. Walaupun bentuk dan jenis pelaksanaan upacara ngusabha bervariasi, pada hakikatnya pelaksanaannya tetap bersumber kepada konsep ajaran sastra agama Hindu yang tertuang pada kitab suci dan lontar-lontar di Bali. Hanya penekanan hakikat pemujaan manifestasi-Nya yang lebih dikhususkan. Sehingga terjadilah berbagai bentuk dan jenis upacara ngusabha di lingkungan desa pakraman di Bali dengan berbagai aktivitas yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama. Pelaksanaan upacara pangusabhan yang paling umum dilakukan oleh umat Hindu di Bali adalah upacara ngusabha desa dan upacara ngusabha shri (nini). Yang pelaksanaannya hampir sama, termasuk upakara, lokasi maupun rangkaian upacaranya. Tetapi penekanan hakikat pemujaannya terhadap manifestasi-Nya berbeda.
Upacara ngusabha nini dan ngusabha desa, hakikat pemujaannya secara fisik adalah untuk air dan tanah (pertiwi)
, sehingga yang dipuja dalam upacara ngusabha nini adalah Dewa Wisnu atau dewanya air, Pretiwi Dewi adalah bumi yang dimaksud persembahan untuk air dan bumi (tanah). Mengapa demikian? Karena air dan tanah memiliki kekuatan dan kesuburan, sehingga seluruh tumbuhan dapat tumbuh dengan subur dengan daun, bunga, buah, batang, umbinya, untuk dapat dinikmati oleh umat manusia. Jika semua itu bisa diwujudkan atau dikongkretkan baik dalam bentuk upacara maupun dalam aktivitas masyarakat sehari-hari maka kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan ini akan tercapai. Dalam upacara ngusabha ini yang ditekankan adalah pemujaannya yakni pemujaan sakti (kekuatan). Sehingga dalam pelaksanaan upacara ngusabha desa pemujaannya adalah kepada Ibu Pratiwi. Demikian pula halnya, karena keberhasilan semua bentuk dan jenis tanam tanaman, terutama padi, yang merupakan wujud fisik Dewi Shri atau saktinya Dewa Wisnu, sehingga upacara pangusabhan yang diselenggarakan disebut Ngusabha Shri (Nini).
Pelaksanaan pemujaannya dan persembahan cenderung dilaksanakan oleh krama subak, pemilik areal sawah yang berada di wilayah desa pakraman yang bersangkutan. Padi merupakan perwujudan fisik Dewi Shri salah satu unsur Tri Bhoga (Boga, Upa Boga, Pari Boga) berarti terkait dengan sandang pangan dan papan. Unsur-unsur ini mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh krama desa pakraman, sehingga tercapainya kebahagiaan lahir dan batin dalam kehidupan di bumi ini.
Dalam pemujaan Ngusabha Desa dan Ngusabha Nini terdapat dua sisi yang berbeda namun tetap menyatu. Pemujaan Ngusabha Desa menekankan permohonan agar bumi dan air memiliki kekuatan dan kesuburan Ngusabha Shri (Nini) menekankan pernyataan angayubagia atas keberhasilan seluruh tanaman
terutama padi.
Upacara agama Ngusabha Desa dan Ngusabha Nini, bila dikaji lebih jauh akan beraplikasi terhadap kehidupan sehari-hari. Upacara ini harus diterjemahkan atau dipersonifikasikan untuk dapat mencapai keseimbangan antara dharma agama dan dharma negara. Mengapa demikian? Karena umat manusia juga dibentuk terdiri atas badan halus dan badan kasar, antara bakti dan kerja agar berjalan selaras.
Bhagawatgita (III.14) menyebutkan: Annad bhavanti bhutani, Parjanyad annasambhavah, Yajnad bhavati parjanyo, Yajnah karma samudbhavah. Artinya: Karena makanan makhluk bisa hidup, karena hujan makanan tumbuh, karena persembahan hujan turun, dan persembahan lahir karena kerja.
Sikap dan perilaku nalar agama dalam usaha dan upaya menunaikan swadharma agama, nampaknya memiliki titik temu dengan konsep Karma Yoga. Dalam blantika kehidupan ini, harus selalu didasari oleh tindakan atau kerja yang merupakan hukum alam. Bekerja seperti telah diwajibkan dengan kebaktian dan pengabdian kehadapan Hyang Widi, tanpa mengharapkan keuntungan pribadi, demi kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia.
Demikian pula dengan upacara Ngusabha Desa dan Ngusabha Nini dalam pemujaan pada hakikatnya permohonan kehadapannya dalam manifestasi Dewa Wisnu dan Dewi Pertiwi, untuk kesejaheraan dan kebahagiaan umat manusia agar bumi menjadi subur, karena adanya hujan dan air, sehingga tanaman seluruhnya berhasil. Dan, akibatnya umat manusia pun menjadi sejahtera dan bahagia, karena dapat menikmati tri bhoga atau sandang, pangan, dan papan.
Upacara agama akan mubazir bila tidak ditindaklanjuti dengan kerja. Demikian pula sebaliknya upacara agama itu akan berhasil bila ditindaklanjuti dengan kerja ‘’berbakti sambil bekerja'’.
Di sini tersirat konsep ajaran Tri Hita Karana — hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia antarmanusia, hubungan manusia dengan wilayah atau palemahan — dengan demikian terciptalah suatu kelestarian untuk menuju ajegnya Bali.

CATUR DAN PANCA DALAM HINDU



CATUR DALAM AGAMA HINDU

Catur Asrama, Empat (4) tahapan hidup manusia menurut Agama Hindu, yaitu :
  1. Brahmacari Asrama ; Masa menuntut ilmu pengetahuan
  2. Grihasta Asrama ; Masa hidup berumah tangga
  3. Wanaprastha Asrama ; Masa hidup mengasingkan diri di hutan untuk ketenangan lahir dan bathin, belajar ilmu agama. (disesuaikan dengan keadaan jaman)


  1. Biksuka / Sanyasin ; Masa hidup mengelana mengamalkan ilmu suci.
Catur Abhawa, Empat (4) macam ketiadaan, dapat diterangkan sebagai berikut :
  1. Pragabhawa ; Ketiadaan dari suatu benda sebelum benda itu diproduksi. Misalnya tidak ada periuk sebelum periuk itu diproduksi oleh tukang periuk.
  2. Dhwamsabhawa ; Ketiadaan setelah dihancurkan. Misalnya tidak akan ada periuk sesudah periuk itu dihancurkan, karena dalam pecahan itu tidak ada periuk.
  3. Athyantabhawa ; Selama-lamanya tidak terdapat sesuatu pada suatu benda baik dari dulu maupun pada waktu kini. Misalnya tidak terdapat warna pada udara atau udara tidak berwarna sejak dulu.
  4. Anyonyabhawa ; Perbedaan suatu benda antara benda-benda lain diantaranya kedua sifat tersebut tidak ada persamaan. Misalnya Guci dengan pakaian, Guci bukanlah pakaian itu bukanlah Guci.
Catur Arya Satyani, Empat kejujuran yang utama. Kalau kejujuran yang utama kita gunakan sebagai landasan menghayati sesuatu maka terdapatlah :
  1. Bahwa kesengsaraan itu memang ada
  2. Bahwa kesengsaraan itu ada sebabnya
  3. Bahwa kesengsaraan itu bisa dibuktikan
  4. Bahwa kesensaraan itu ada jalan untuk membuktikannya.
Catur Angga, 4 (empat) badan. Dimaksudkan ada empat macam sarana yang diperlukan dalam mencapai tujuan, yaitu :
  1. Bala ; Rakyat
  2. Koca (baca; Kosa) ; Perbekalan
  3. Wahanam ; Kendaraan / alat angkut
  4. Astra ; Senjata
Catur Bhojana, empat (4) macam makanan. Dalam Yadnya ada disebut empat macam makanan, yaitu :
  1. Ajuman ; Persembahan untuk para Dewa-Dewa.
  2. Sodaan ; Persembahan untuk para arwah
  3. Caru ; Persembahan untuk Bhuta dan Kala.
  4. Tarpana ; Persembahan untuk para Pitara
Catur Bhuta, Ada empat (4) unsur yang bersifat abstrak yang bisa mendatangkan kesulitan atau kebahagiaan, tergantung dari sikap kita. Ke empat hal itu adalah :
  1. Sang Drmbha Moha ; Ini berpengaruh dalam pembantaian (pejagalan)
  2. Sang Kala Ngadang ; Ini berpengaruh di jalan raya (marga agung)
  3. Sang Kala Katung ; Ini berpengaruh dalam pasar
  4. Sang Kala Wiyasa ; Ini berpengaruh dalam judian.
Catur Bekel Dumadi, Empat (4) macam bekal manusia sejak lahir yang tidak bisa dihindari, yaitu :
  1. Suka. Siapapun dalam hidup ini pasti menikmati rasa suka.
  2. Dukha. Demikian pula tak seorang pun terhindar dari rasa dukha.
  3. Lara. Bila orang sudah lanjut usia, dimana indriyanya sudah tak berfungsi dengan baik, sempurna, laralah / sengsaralah dia.
  4. Pati. Akhirnya manusia itu pasti akan mati.

Catur Brata, Empat (4) macam pengekangan hawa nafsu.
  1. Tapa ; Memanaskan diri guna membakar habis hawa nafsu yang menggiring kita kelembah kesengsaraan.
  2. Brata ; Membatasi gerak lincah hawa nafsu untuk menjernihkan pikiran, sehingga semua masalah dapat diatasi dengan lapang dada.
  3. Yoga ; Berusaha menyatukan diri dengan Tuhan dengan melalui konsentrasi yang mantap.
  4. Semadi ; Berusaha menyatu dengan Tuhan melalui konsentrasi dan inspirasi yang mantap. 
Catur Bhuja Negara (Kerajaan Majapahit), 4 (empat) persyaratan untuk suatu negara yaitu :
  1. Prabhu ; Pemerintah yang mengatur dan mempertahankan rakyat dan negara.
  2. Praja ; Penduduk. Dengan adanya pemerintahan harus ada yang diperintah yaitu penduduk.
  3. Mandala ; Wilayah. Negara harus punya wilayah tertentu dan batas-batas tertentu pula.
  4. Tujuan Negara ; Artinya kekuasaan pemerintahan yang berbahagia oleh raja sebagai kejayaan rakyat. 
Catur Brata Penyepian, Empat (4) larangan dalam melaksanakan hari Raya Nyepi, yaitu : yang bersifat lahiriah :
  1. Amati Geni ; Tidak menyalakan api
  2. Amati Karya ; Tidak bekerja
  3. Amati Lelungan : Tidak bepergian
  4. Amati Lelanguan ; Tidak mengadakan hiburan (pesta)
Yang bersifat mental spiritual :
  1. Pikiran suci ; Tidak memikirkan hal yang menyimpang dari Dharma.
  2. Kekuatan iman ; Menjauhi segala bentuk hawa nafsu yang bersifat negatif
  3. Kejujuran kata ; Berkata sesuai dengan hati nurani dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sekala dan niskala.
  4. Perilaku jujur ; Segala tindak tanduknya sesuai dengan aturan yang berlaku baik bagi negara maupun agama.
Catur Bruja Negara ( Kerajaan Sriwijaya ), Empat (4) persyaratan suatu negara :
  1. Praja ; Penduduk
  2. Wilayah ; Bumi, tanah / wilayah
  3. Datu ; Pemimpin atau pemerintah
  4. Tujuan Negara ; Sriwijaya jaya sidha yatra subhiksa artinya Karena perjalanan sucilah Sriwijaya mencapai kemenangan sejati.
Menurut penulis-penulis Hindu ada 7 unsur pokok tentang pembentukan suatu negara, yaitu :
  1. Swamin ; Raja (kepala pemerintahan) harus penduduk asli yang cinta pada Negara, Tanah Air dan Bangsa.
  2. Amatya ; Para mentri atau pegawai tinggi lainnya.
  3. Jana Pada ; Penduduk dan wilayah harus baik.
  4. Durgha ; Benteng yang harus didirikan di keempat penjuru.
  5. Kosa ; Perbendaharaan negara.
  6. Bala ; Angkatan perang yang mengatur keamanan negara
  7. Mitra ; Sahabat antar negara-negara luar. 
Catur Cuntaka, Ada empat (4) hal yang dianggap kotor (cemer /leteh /cuntaka), dikaitkan dengan Catur Wangsa dalam kematian. Masa cuntaka sesuai dengan sastra agama :
  1. Brahmana ; lamanya 10 hari
  2. Ksatrya ; lamanya 12 hari
  3. Wesya ; lamanya 15 hari
  4. Sudra ; lamanya 18 hari, 30 hari, atau 42 hari.
Cuntaka / cemer / leteh disebabkan bukan karena kematian, seperti kotor kain (haid), kawin belum diupacarai, melahirkan dan lainnya.

Catur / Cadu Sakti, Empat (4) macam kekuatan Tuhan, yaitu :
  1. Jnana Sakti ; Maha Tahu ; Duradarsana (tajam penglihatan), Duraswarna (tajam pendengaran), Durajnana (tajam pikiran).
  2. Wibuh / Wibhu Sakti ; Maha ada dan meresap dimana-mana.
  3. Prabhu Sakti ; Maha kuasa, sebagai Tri Murti ; Utpati (pencipta), Sthiti (pemelihara) dan Pralina (pelebur/pemusnah)
  4. Kriya Sakti ; Maha Karya, dapat mengadakan apa saja yang Beliau kehendaki. Nirwikara (mengatasi segalanya) dan Swayambhu (dapat menciptakan diri sendiri).
Catur Dana, Empat (4) jenis/bentuk kerelaan berkorban atau bersedekah, yaitu :
  1. Dreweya Dhana ; Rela mengorbankan harta benda
  2. Priya Dhana ; Rela mengorbankan anak istri untuk membantu usaha sosial.
  3. Sarira Dhana ; Rela mengorbankan diri sendiri untuk menolong orang lain.
  4. Abhaya Dhana ; Ikhlas berbuat kebajikan terhadap orang lain yang dalam bahaya.
Catur Dharma, Empat (4) macam tugas yang patut kita dharma baktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum, yaitu :
  1. Dharma Kriya ; Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab.
  2. Dharma Santosa ; Berusaha mencari kedamaian lahir dan bhatin pada diri sendiri.
  3. Dharma Jti ; Tugas harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahteraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum.
  4. Dharma Putus ; Melakasanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan sosial bagi umat manusia.
Catur Dharma Karya, 4 (empat) kewajiban yang harus dikerjakan seandainya kita berhasil mengumpulkan harta benda, yaitu :
  1. Dharma Karya ; Mempergunakan harta benda untuk kepentingan yang bersifat sosial dan suci.
  2. Artha Karya ; Bila memiliki uang hendaknya ditabungkan, sehingga bermanfaat pada diri sendiri dan umum.
  3. Kama Karya ; Mempergunakan harta benda untuk rekreasi dan melengkapi rumah tangga dengan barang / alat yang menimbulkan rasa kerasan di rumah.
  4. Punia Karya ; Mempergunakan harta benda untuk menolong orang dalam kesusahan. 
Catur Dharma, Empat (4) kewajiban sebagai anggota masyarakat untuk mensukseskan Program Pemerintah atau Desa antara lain :
  1. Rama Desa ; Kewajiban berbakti, mencintai dan memberikan pertolongan kepada yang patut ditolong.
  2. Rama Tantu ; Tahu tentang asal usul lahir jadi manusia, dan kewajiban terhadap pemerintah.
  3. Rama Punta ; Tahu tentang Adat Istiadat dan selalu berbuat kebajikan kepada siapapun juga.
  4. Rama Bahu ; Berani beramal, menolong Sang Wiku yang membuat kesejahteraan, teguh pendirian, tahu jalan yang baik atau yang buruk.
Catur Gamya - Gamana, Empat (4) macam larangan perkawinan, yaitu :
  1. Seorang laki-laki seorang wanita yang mempunyai hubungan keluarga dalam garis lurus ke atas dan ke bawah, baik karena lahir dalam perkawinan yang syah maupun yang tidak syah.
  2. Antara seorang laki-laki dengan ibu tirinya atau seorang wanita dengan ayah tirinya.
  3. Antara seorang keturunan saudara kandungnya atau saudara tirinya.
  4. Antara mertua dengan menantu atau anaknya menantu atau antar warang.
Catur Iswarya, Empat (4) kepemerintahan. Seorang yang memegang jabatan pada pemerintahan diharapkan :
  1. Dharma ; Kebenaran, kepatutan, keluhuran budi yang menggerakkan kesucian manusia.
  2. Jnana ; Kebijaksanaan, kesanggupan mengetahui dengan Tri Pramana.
  3. Weragia ; Tidak menginginkan kesenangan yang bersifat duniawi.
  4. Iswarya ; Kaya dalam segala-galanya tak kurang suatu apapun baik yang bersifat duniawi atau rohani.
Catur Kang Sinengguh Guru, Empat (4) yang dianggap sebagai guru, yakni:
  1. Guru Rupaka ; Orangtua (Ibu dan Bapak)
  2. Guru Pengajian ; Para pendidik
  3. Guru Wisesa ; Pemerintah
  4. Guru Swadaya ; Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Catur Kalpasutra, 4 (empat) buku pedoman yang dapat dipergunakan dalam kurun waktu panjang, antara lain :
  1. Srauta Sutra ; Memuat keterangan tentang tata cara sembahyang untuk Agni Homa, Purnama, Tilem, Soma Yadnya dan lain-lain.
  2. Grhya Sutra ; Memuat keterangan tentang pokok-pokok upacara Sangaskara.
  3. Dharmasastra ; Memuat keterangan tentang pokok-pokok ajaran agama Hindu, hak dan kewajiban, sosial, ekonomi, dan lain-lain termasuk upacara keagamaan dan tata cara pelaksanaannya.
  4. Sulwa Sutra ; Memuat keterangan tentang pokok-pokok aturan mengenai tata bangunan, ukuran altar yang ada kaitannya dengan kebutuhan upacara yang disebut di dalam Kitab Srautasutra.
Catur Kalpana, Empat (4) kebebasan. Hal ini dimiliki oleh Sang Yogiswara atau melaksanakan Yoga Semadhi, yaitu : Tahu, Diketahui, Pengetahuan dan Mengetahui.

Catur Kotamaning Nrpatti, Empat (4) persyaratan utama yang harus dimiliki oleh seorang Raja / Pemimpin, yaitu :
  1. Jnana Wisesa Sudha ; Berpengetahuan yang luhur dan suci.
  2. Kaprahitaning Praja ; Memiliki kasih sayang kepada rakyat.
  3. Kawiryan ; Raja / Kepala Negara harus berwatak pemberani, pantang menyerah di dalam membela kebenaran.
  4. Wibawa ; Untuk menegakkan kewibawaan Raja harus jujur dan mengutamakan kepentingan umum, sehingga rakyat bormat dan taat kepadanya.
Catur Kanda, Empat (4) bagian dari Epos Ramayana, yaitu :
  1. Ayodia Kanda ; Bagian cerita mengenai penobatan Sang Rama
  2. Arania Kanda ; Bagian ceritera Ramayana, mengisahkan Sang Rama dalam pembuangan
  3. Kiskinda Kanda ; Bagian ceritra Ramayana, menceritakan Sang Rama nyupat Sang Dirgabau
  4. Yuda Kanda ; Bagian cerita Ramayana menceritakan perang Sang Rama melawan Rawana.
Cadu Kerthi, Empat (4) tauladan (bagi pemimpin). 
  1. Hening ; Selalu mengutamakan kesucian
  2. Heneng ; Ketenangan lahir bathin
  3. Heling ; Selalu ingat anak buah
  4. Hawas ; Selalu waspada
Catur Karya , 4 (empat) macam kerja. Untuk memperoleh kesuksesan hendaknya kita mengikuti petunjuk di bawah ini, berdasarkan urip Sapta Wara dan Pancawara. Jumlahnya dibagi empat, sisa 1 : Ular, 2 : Gajah, 3 : Lembu dan 4 : Lintah. Maka pekerjaan yang baik / dihindari adalah :
  1. Ular ; Jangan menanam pohon-pohonan
  2. Gajah ; Mencari binatang yang akan dipelihara
  3. Lembu ; Mencari binatang yang akan dipelihara
  4. Lintah ; Menanam segala yang menjalar.
Catur Lokapala, Empat (4) Dewa penjaga atau penguasa atau pelindung alam dan dunia, yaitu : Indra, Yama, Baruna, Kuwera. Di Bali hal ini diwujudkan dengan mendirikan Khayangan Catur Lokapala, yaitu :
  1. Pura Lempuyang di timur
  2. Pura Batukaru di barat
  3. Pura Puncak Mangu di utara
  4. Pura Andakasa di selatan.
Catur Marga Yoga, Empat (4) jalan untuk menyatu kepada Tuhan, antara lain :
  1. Jnana Marga Yoga ; Menyatukan diri dengan Tuhan melalui jalan mengamalkan ilmu suci.
  2. Bhakti Marga Yoga ; Menyatukan diri kepada Tuhan berdasarkan cinta kasih yang mendalam dengan memakai sarana.
  3. Karma Marga Yoga ; Ingin menyatukan diri dengan Tuhan melalui perbuatan mulia dan bermanfaat tanpa pamrih.
  4. Raja Marga Yoga ; Berusaha menyatu dengan Tuhan melalui Brata, Tapa, Yoga dan Semadhi.
Catur Moksa, 4 (empat) macam kebebasan.
  1. Samipya Moksa ; Kebebasan yang dicapai semasih hidup oleh para Resi sehingga mampu menerima wahyu dari Tuhan.
  2. Sarupya atau Sadarmmya ; Kebebasan yang diperoleh semasih hidup seperti Awatara Sri Kresna, Budha Gaotama.
  3. Salokya atau Karma Mukti ; Kebebasan yang dicapai oleh Atman itu sendiri telah berada dalam posisi sama dengan Tuhan tetapi belum dapat bersatu dengan Tuhan.
  4. Sayujya atau Purna Mukti ; Kebebasan yang tertinggi dan sempurna sehingga dapat menyatu dengan Tuhan.
Catur Naya Sandhi, Catur Upaya, Catur Pariksa atau Catur Pratyaksa, 4 (empat) kebijaksanaan. Seorang pemimpin hendaknya menerapkan 4 kebijaksanaan, yaitu :
  1. Sama ; Berlaku adil tanpa pandang bulu
  2. Bheda ; Memberikan jasa sesuai dengan amal bhaktinya
  3. Dana ; Memberikan bantuan secara adil dan merata
  4. Danda ; Menghukum setiap pelanggaran dengan tidak pilih kasih. 
Catur Prawrtti, empat (4) pedoman hidup yang patut dipertahankan oleh setiap orang, yaitu :
  1. Arjawa ; Jujur dan bersahaja
  2. Anresangsya ; Tidak mementingkan diri sendiri
  3. Dama ; Tahu menasehati diri sendiri
  4. Indriyanigraha ; Mengekang hawa nafsu. 
Catur Paramita, Empat (4) jalan kebajikan.
  1. Maitri ; Kasih sayang atau ramah tamah
  2. Karuna ; Tolong menolong
  3. Mudita ; Menyenangkan orang lain
  4. Upeksa ; Menghargai pendapat orang lain atau toleransi
Catur Pameriksa, Ada empat (4) indra yang betul-betul dapat mengetahui secara langsung  sesuatu :
  1. Mata ; Melihat dengan langsung sesuatu kejadian atau benda.
  2. Telinga ; Dapat mendengar secara langsung suara atau bunyi
  3. Hidung ; Dapat mencium secara langsung bau dari sesuatu benda
  4. Bibir ; Dapat secara langsung merasakan makanan dan minuman
Catur Purusartha atau Catur Warga, Empat (4) tujuan hidup , yaitu :
  1. Dharma ; Kewajiban atau kebenaran atau hukum, Agama, peraturan, kodrat
  2. Artha ; Harta benda atau materi
  3. Kama ; Kesenangan atau hawa nafsu
  4. Moksa ; Kebebasan yang abadi
Catur Pataka, Empat (4) dosa, yaitu :
  1. Pataka ; terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan), Purusaghna (menyakiti orang), Kaniya Cora (mencuri wanita pingitan), Agraya Jaka (bersuami/istri melewati kakak), Ajnata Samwat Sarika (bercocok tanam tanpa masanya)
  2. Upa Pataka ; terdiri dari Gowadha (membunuh sapi), Juwati Wadha (membunuh gadis), Bala Wadha (membunuh anak), Agara Wadha (membakar rumah/merampok).
  3. Maha Pataka ; terdiri dari Brahmana Wadha (membunuh orang suci/Pandita), Sura Pana (meminum alkohol/pemabuk), Swarna Steya (mencuri emas), Kanya Wighna (memperkosa gadis) dan Guru Wadha (membunuh guru)
  4. Ati Pataka ; terdiri dari Swa Putri Bhajana (memperkosa saudara perempuan), Matra Bhajana (memperkosa ibu) dan Lingga Grahana (merusak tempat suci)
Catur Paksa, Empat (4) aliran besar dalam agama Hindu, yaitu :
  1. Paksa Brahmana ; Yang mengutamakan penyerahan diri kepada Sang Hyang Widhi. Paksa ini erat hubungannya dengan Bhakti Marga.
  2. Paksa Ciwa ; Yang mengutamakan kerja keras dan pengorbanan yang besar untuk memuliakan Tuhan, ini erat hubungannya dengan Karma Marga.
  3. Paksa Wisnu ; Yang mengutamakan pendalaman Ilmu Suci sebagai pengabdian kepada Tuhan. Paksa ini erat hubungannya denga Jnana Marga.
  4. Paksa Budha ; Yang mengutamakan meditasi yoga dan semadi untuk mengagungkan nama Tuhan. Paksa ini erat hubungannya dengan Yoga Marga. Paksa ini di Indonesia secara yuridis formil diakui sebagai Agama yang berdiri sendiri, sejak dikeluarkan Pen.pres. No. 1 tahun 1965.
Catur Pranayama, Empat (4) jenis pengaturan nafas, yaitu :
  1. Abhyantara Wrtti ; Antah; Swasa; Puraka ; Nafas masuk
  2. Antah - Stambha Wrtti ; Antah Kumbaka ; Menahan nafas
  3. Bahya - Wrtti ; Bahih Swaha ; Recaka ; Nafas keluar
  4. Bahya - Stambha Wrtti ; Bahih - Stambha ; Bahih - Kumbhaka ; Berhenti diluar
Catur Satya, Empat (4) bentuk kesetiaan. Dalam pemerintahan Negara Hindu, rakyat diharapkan memiliki empat kesetiaan, yakni :
  1. Satya Atman ; Setia atau sujud terhadap Sang Hyang Widhi
  2. Satya Bhisama ; Setia kepada sumpah atau janji
  3. Satya Berata ; Setia kepada suatu persetujuan atau pemufakatan
  4. Satya Kirti ; Kejujuran sebagai landasan untuk pencaharian yang halal.
Catur Sanak, 4 (empat) saudara. Menurut kepercayaan agama Hindu, kelahiran kita ditemani oleh 4 saudara yaitu :
A. Mulai dari dalam kandungan hingga lahir disebut :
  1. Babu Lembana
  2. Babu Abra
  3. Babu Ugyan
  4. Babu Kere
B. Sesudah kepus pungsed berganti nama :
  1. I Anta, ngaran ari-ari
  2. I Preta, ngaran banah
  3. I Kala, ngaran getih
  4. I Dengen, ngaran yeh nyom
C. Sesudah sang bayi bisa berjalan dan menyebut ayah, ibu, saudara 4 ini berganti nama :
  1. I Jelair bertempat di Timur
  2. I Mekair bertempat di Selatan
  3. I selabir bertempat di Barat
  4. I Mokair bertempat di Utara
D. Sesudah kurang lebih 3 minggu bertempat nyatur desa, menjadilah Detyasakti, berganti nama menjadi :
  1. Anggapati
  2. Mrajapati
  3. Banaspati
  4. Banaspatiraja
Catur Sangara Yoga, Empat (4) macam kegoncangan, seperti :
  1. Yoga Purbha Sangara ; Orang mengawinkan 'pita uming ro' Negeri mengalami sedikit kegoncangan, karena diganggu Sang Kala Rodra.
  2. Yoga Werdha Sangara ; Orang mengawinkan 'pita umisan' Kegoncangan negeri sedang akibat gangguan Sang Kala Bhuta.
  3. Yoga Tatwa Sangara ; Orang mengawinkan 'pita anak' Kegoncangan negeri besar, karena diganggu oleh Sang Kala Wisesa
  4. Yoga Bhana Sangara ; Orang mengawinkan 'sanak dan ibu, nini, buyut' Negeri sangat goncang, karena diganggu oleh Sang Kala Wadnya.
Caturtah, Empat (4) jalan untuk memperoleh ilmu.
  1. Proktah ; Memperoleh pengetahuan yang direstui oleh Ida Sang Hyang Widhi
  2. Gurutah ; Memperoleh ilmu pengetahuan dari para pendidik
  3. Castartah ; Memperoleh ilmu pengetahuan dengan membaca buku / lontar.
  4. Swatah ; Memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman.
Catur Hotra Widhi, Empat (4) Pendeta. Dewa Yadnya yang  diselenggarakan oleh 4 (empat) orang Pendeta (Hotra), masing-masing Widhistotra itu adalah :
  1. Dwayastotra ; Peraturan-peraturan uang mencakup aspek benda / materi
  2. Gunastotra ; Peratuan-peraturan yang mencakup bidang aspek politik
  3. Karmastotra ; Peraturan-peraturan yang mencakup bidang usaha, kegiatan atau tingkah laku manisia.
  4. Abhijnastotra ; Peraturan-peraturan yang mencakup bidang aspek pengetahuan hukum Ketuhanan.
Catur Warna, Empat (4) golongan. Masyarakat Hindu meberi golongan masyarakat yang berdasarkan fungsinya, yaitu :
  1. Brahmana ; Golongan yang bertugas memberikan pendidikan dan penerangan serta memimpin upacara.
  2. Ksatrya ; Golongan yang bertugas membela Negara dan jadi pemimpin
  3. Wesya ; Golongan yang memegang perekonomian dan pertanian
  4. Sudra ; Golongan yang membantu ketiga golongan di atas sebagai pekerja.
Catur Warga, Hari yang empat, yaitu:
  1. Sri ; Dewanya Bhagawan Bregu (urip 6)
  2. Laba ; Dewanya Bhagawan Kanwa (urip 3)
  3. Jaya ; Dewanya Bhagawan Janaka (urip 1)
  4. Mandala ; Dewanya Bhagawan Narada (urip 8)
Catur Weda, Empat (4) macam buku suci, yaitu :
  1. Rg Veda ; Berisikan pengetahuan suci merupakan kumpulan mantra-mantra pujaan, terdiri dari 10 Mandala, 21 Sakha, 1.028 Cukta, 10.552 rik / bait / mantra, disusun oleh Bhagawan Pulaka.
  2. Sama Veda ; Memuat kumpulan mantra-mantra tentang ajaran umumnya mengenai lagu-lagu pujaan, terdiri dari 1875 Sakha. Bagian Samhita ini ditulis oleh Bhagawan Jaimini.
  3. Yayur Veda ; Weda ini berisikan mantra-mantra dalam bentuk prosa, terdiri dari 109 Sakha, 1.975 mantra. Bagian ini membentangkan tentang tata cara yadnya keagamaan yang harus dilakukan oleh setiap umat Hindu. Yayur Weda disusun oleh Bhagawan Waisampayana.
  4. Atharva Veda ; Membentang soal sihir, mantra-mantra dan pengobatan. terdiri dari 50 Sakha, 5.987 mantra. Di samping itu diuraikan juga Ilmu Bintang dan Ilmu Pasti. Atharva Veda ditulis oleh Bhagawan Sumantu.
Catur Widya, Empat (4) cabang ilmu untuk mendalami makna dan tujuan agama, yaitu :
  1. Anwiksiki ; Menguraikan tentang teknologi filsafat
  2. Weda Trayi ; Menguraikan tentang agama
  3. Wartta ; Menguraikan tentang ekonomi
  4. Dandaniti ; Menguraikan tentang politik.
Catur Yuga, Empat (4) kurun zaman, terdiri dari :
  1. Krta Yuga ; Pada masa ini yang diutamakan adalah Dharma. Pada masa ini Dharma-sastranya Manu yang berlaku.
  2. Treta Yuga ; Pada zaman ini yang diutamakan adalah Weda. Weda yang berpengaruh pada zaman ini  Dharma-sastranya Gautama
  3. Dwara Yuga ; Yang diutamakan zaman ini ialah Yadnya. Yang berpengaruh pada masa ini ialah Dharma-sastranya Sankha Likhita
  4. Kali Yuga ; Yang diutamakan pada masa ini ialah kebebasan dan dana / materi. Yang berpengaruh pada jaman ini ialah Dharma-sastranya Parasara



Panca Dalam Agama Hindu

Panca Aksara; Lima huruf lambang Dewa-Dewa, yaitu Na Ma Ci Wa Ya .
  1. NA : Dewa Maheswara
  2. MA : Dewa Rudra
  3. CI : Dewa Sangkara
  4. WA : Dewa Sambhu
  5. YA : Dewa Ciwa

Panca Sembah ; Lima urutan sembah dalam sembahyang agama Hindu.
  1. Sembah Puyung ; Tanpa sarana (tangan kosong) untuk menenangkan pikiran
  2. Sembah dengan memakai bunga merah ditujukan kepada Sang Hyang Surya Radhitya sebagai saksi dalam persembahyangan
  3. Sembah dengan memakai bunga / kewangen ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa memuja keagungan-Nya , memohon waranugraha
  4. Sembah dengan bunga atau kewangen ditujukan kepada para Dewata atau Dewa Samudaya, yaitu para Dewata dan Bhatara - Bhatari leluhur untuk memohon tuntunan-Nya
  5. Sembah Puyung ; Tanpa sarana dengan maksud menerima limpahan anugrah Sang Hyang Widhi.
Panca Atma; Lima jiwa / pikiran, antara lain :
  1. Paratma : Berada di mata pekerjaannnya untuk melihat
  2. Antaratma : Berada di kulit pekerjaannya untuk merasakan
  3. Sukmatma : Berada di telinga pekerjaannya untuk mendengar
  4. Niratma : Berada di mulut pekerjaannya untuk bicara
  5. Atma : Berada di hati pekerjaannya untuk berpikir

Panca Bhudindriya; Lima indriya penyebab yang menyebabkan orang dapat mengetahui dan merasakan sesuatu, yaitu :
  1. Cakswindriya , ialah indriya yang menyebabkan orang dapat melihat terdapat di mata.
  2. Srotendriya , Indriya pada telinga
  3. Ghranendriya, Indriya pada hidung
  4. Jihwendriya , Indriya pada lidah
  5. Twakindriya, Indria pada kulit

Panca Brahma; Lima huruf lambang Dewa-Dewa, yaitu; Sa Ba Ta A  I.
  1. SA : Sadyojata ; Dewa Iswara
  2. BA : Bamadewa ; Dewa Brahma
  3. TA : Tatpurusa ; Dewa Mahedewa
  4. A : Aghora ; Dewa Wisnu
  5. I : Icana ; Dewa Ciwa

Panca Bahya Tusti; Lima macam kesenangan yang kurang baik , yaitu :
  1. Aryana : Senang mengumpulkan harta benda dengan jalan apa saja tanpa peduli dosanya
  2. Raksasa : Melindungi harta bendanya dengan segala macam upaya
  3. Ksaya : Takut berkurang harta bendanya, lalu timbul sifat kikir
  4. Sangga : Doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seks
  5. Himsa : Doyan membunuh dan menyakiti hati mahluk lain

Panca Bangsa ; Lima jenis kealpaan yang tak dapat dibenarkan oleh para penegak hukum, yaitu;
  1. Anyawadi : Berlawanan pengakuannya sekarang dari pada pengakuan yang terdahulu
  2. Akrya desi : Berlawanan pengakuannya dengan saksinya
  3. Dapatayi : Mempergunakan orang tanpa imbalan jasa
  4. Niruktirah : Tidak dapat menjawab lawan bicara, hanya mengeluarkan pendapat sendiri
  5. Prapaya yi : Pergi tanpa permisi

Panca Bhaya ; Lima jenis bahaya, seperti:
  1. Agni Bhaya : Bahaya akibat api
  2. Toya Bhaya : Bahaya akibat air
  3. Ripu Bhaya : Bahaya akibat musuh
  4. Cora Bhaya : Bahaya akibat orang jahat
  5. Jiwa Bhaya : Bahaya yang mengancam jiwa

Panca Bhuta; Lima macam mahluk halus ciptaan Ida Sang Hyang Widhi yang bisa mengganggu ketentraman hidup manusia, tetapi jika mereka diberi korban, mereka akan membantu serta melindungi kita. Kelima Bhuta itu ialah :
  1. Sang Kursika berwarna putih, kemudian menjadi Bhuta dengan berwujud Yaksa bertempat di timur.
  2. Sang Garga berwarna merah, kemudian menjadi Bhuta Abang berwujud Mong, bertempat di selatan.
  3. Sang Metri berwarna kuning, menjadi Bhuta berwujud ular, bertempat di Barat.
  4. Sang Kursya berwarna hitam, menjadi Bhuta Hireng, berwujud Buaya bertempat di utara
  5. Sang Pretanjala berwarna brumbun (Wiswa warna) berwujud Bhuta disebut Durga Dewi bertempat di tengah bersama Betara Uma

Panca Cradha; Lima kepercayaan, yaitu :
  1. Brahman : Percaya dengan adanya Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi.
  2. Atman : Percaya dengan adanya Atman atau roh.
  3. Karman : Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala.
  4. Samsara : Percara bahwa manusia lahir berulang-ulang.
  5. Moksha : Percaya dengan adanya kebebasan abadi.

Panca Datu; Lima jenis logam yang bisa dipergunakan sebagai dasar bangunan, seperti;
  1. Emas
  2. Perak
  3. Besi
  4. Perunggu
  5. Timah

Panca Durga; Lima macam kesulitan untuk dilalui. Yang dimaksudkan ialah lima jenis benteng pertahanan bentuk alam, yaitu;
  1. Dhawadurga : Benteng pertahanan berupa gurun pasir.
  2. Abdhidurga : Benteng pertahanan berupa air (Laut, danau, sungai, rawa-rawa)
  3. Mahidurga : Benteng pertahanan berupa batu, batu cadas yang tinggi terjal jurang yang dalam.
  4. Nrdurga : Angkatan bersenjata.
  5. Giridurga : Benteng pertahanan berupa gunung.

Panca Dharma ; Lima kewjiban. Umumnya apabila menjelang Ngembak Nyepi, umat Hindu melaksanakan Panca Dharma, yaitu :
  1. Dharma Santi : Temu wirasa, maaf memaafkan.
  2. Dharma Tula : Berdiskusi tentang arti / makna merayakan hari Penyepian.
  3. Dharma Sedana : Bersedekah kepada fakir miskin atau yang patut diberi sedekah.
  4. Dharma Gita : Membaca dan menyanyikan lagu -lagu suci.
  5. Dharma Yatra : Mengunjungi tempat-tempat suci.

Panca Dewa; Lima Dewa, yaitu kelima Bhuta (dalam Panca Bhuta) tersebut diatas bila sudah mendapat pensucian, beliau berubah menjadi Dewa, yaitu :
  1. Sang Kursika menjadi Dewa Iswara
  2. Sang Garga menjadi Dewa Brahma
  3. Sang Metri menjadi Dewa Mahadewa
  4. Sang Kurusya menjadi Dewa Wisnu
  5. Sang Pretanjala menjadi Dewi Uma dan Dewa Ciwa

Panca Durgha; Lima keangkeran. Merupakan benteng terletak di lima penjuru.
  1. Sri Durgha ; Terletak ditimur
  2. Raji Durgha ; Terletak di Barat
  3. Suksmi Durgha ; Terletak di Utara
  4. Dhari Durgha ; Terletak di Selatan
  5. Dewi Durgha ; Terletak di Tengah-Tengah

Panca Dewata; Lima Dewa, merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi dalam rangka menyangga Bumi / menjaga ke empat penjuru alam di tengah-tengah, yaitu :
  1. Dewa Brahma ; bertempat di Selatan
  2. Dewa Wisnu ; bertempat di Utara
  3. Dewa Ciwa ; bertempat di Tengah-Tengah
  4. Dewa Icwara ; bertempat di Timur
  5. Dewa Madedewa ; bertempat di Barat

Panca Huta ; Lima macam korban atau upacara ritual yang menggunakan api sebagai upasaksi, yaitu :
  1. Ahuta ; Upacara ritual yang dilakukan tanpa menggunakan api.
  2. Huta ; Upacara ritual yang menggunakan api sebagai unsur penting.
  3. Prahuta ; Jenis upacara ritual yang dilakukan dengan cara menyebarkan benda-benda upacara di tanah
  4. Brahmahuta ; Upacara ritual yang ditujukan kepada para Brahmana yang sengaja diundang untuk kemudian diberikan berupa apa saja.
  5. Prasitahuta ; Upacara ritual yang diselenggarakan dengan cara peyuguhan jenis-jenis makanan, buah-buahan, kapur sirih dan lain-lain terutama ditujukan kepada yang meninggal.

Panca 'H" ; Lima huruf "H" yang menjadi huruf awal dari 5 istilah yang artinya mengandung pedoman dasar bagi setiap orang, terlebih-lebih pemimpin agar tak terjerumus karena kurang waspada.
  1. Heneng ; Tenang menghadapi segala masalah sehingga dapat memecahkan secara objektif.
  2. Hening ; Jernih dengan ketenangan bathin dan kejernihan pikiran segagal sesuatu dapat diselesaikan dengan mudah.
  3. Henung ; Tembus / tumus. Dengan ketenangan dan kesucian bathin, ibarat kaca rata yang bersih, sehingga kita dapat melihat dengan jelas apa-apa yang ada dibalik kaca itu karenanya mudah menarik kesimpulan
  4. Heling ; Ingat. Dengan memiliki daya tembus / betel tinggal kita bisa mengatakan itu salah atau benar, dapat diikuti atau dihindari. Dan inilah perlu selalu diingat.
  5. Hawas ; Waspada. Walaupun segala sesuatunya sudah diperhitungkan sesuai 'H" 1 sampai 4, kalau kurang waspada tentunya seperti seorang pelari jauh jatuh tersungkur dekat garis finis yang akibatnya adalah kegagalan.

Panca Karmendriya ; Lima alat penggerak / pekerja yaitu;
  1. Panindriya ; Indriya pekerja dengan tangan
  2. Padendriya ; Indriya pekerja dengan kaki
  3. Wakindriya ; Indriya bicara / perkataan / mulut
  4. Payunindriya ; Indriya buang kotoran / anus / dubur
  5. Pasteindriya ; Indriya seksual pada lelaki. Indriya seksual pada wanita Bhagendriya.

Panca Karya ; Lima macam pekerjaan, yaitu
  1. Gajah ; Mencari binatang untuk dipelihara
  2. Watu ; Memulai membuat dasar gudung atau perumahan atau tembok
  3. Bhuta ; Melakukan upacara korban untuk mahluk yang jahat dan kepada makhluk lainnya.
  4. Suku ; Mengejar binatang yang berkaki empat
  5. Wong ; Membuat tembok halaman rumah.

Panca Karma Yadnya; Lima korban suci yang patut dilaksanakan, seperti;
  1. Brahma Yadnya ; Berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi
  2. Dewa Yadnya ; Berbakti kepada para Dewata yang mengatur fungsi kosmos
  3. Pitra Yadnya ; Berbakti kepada para leluhur dan orang tua
  4. Nri Yadnya ; Memberi sedekah kepada orang miskin dan sengsara
  5. Bhiuta Yadnya ; Memberi makanan kepada binatang piaraan.

Panca Kelud ; Salah satu jenis Caru yang mempergunakan lima ekor ayam ditambah dengan seekor itik bulusikep dan seekor Asu bangbungkem. Caru ini dipergunakan sebagai dasar dalam upacara-upacara Mepedanan, ngenteg linggih dan lain sebagainya.

Panca Korsika ; Lima manifestasi Tuhan, yaitu;
  1. Korsika ; di timur
  2. Garga ; di Selatan
  3. Maitri ; di Barat
  4. Kursya ; di utara
  5. Pratanjala ; di Tengah

Panca Kerta ; Lima tata tertib. demi terwujudnya ketertiban dan keharmonisan baik dalam rumah tangga, masyarakat dan bangsa, pertama-tama harus ;
  1. Kerta Jnana ; tertib pikiran. Maksudnya berpikir yang wajar dan tidak menyimpang dari Dharma.
  2. Kerta Sarira ; tertib diri pribadi. Baik dalam berpakaian, penampilan disesuaikan dengan tri pramana, desa kala dan patra.
  3. Kerta Keluarga ; tertib dalam rumah tangga, ini bisa terwujud apabila masing-masing anggota keluarga tahu hak dan kewajibannya.
  4. Kerta Masyarakat ; Sebagai anggota masyarakat, kita harus menjungjung tinggi peraturan / adat yang berlaku di masyarakat tersebut.
  5. Kerta Buana ; agar tercapainya "Atera ' yaitu aman, terteb dan sejahtera, setiap warga negara/ buana harus mengetahui hak dan kewajibannya serta melaksanakan Catur Paramita.

Panca Maya Kosa ; Lima lapis badan jasmani kita terdiri dari ;
  1. Annamaya kosa ; badan dari sari makanan
  2. Pranamaya kosa ; badan dari sari nafas
  3. Manomaya kosa ; badan dari sari pikiran
  4. Wijnanamaya kosa ; badan dari sari pengetahuan
  5. Anandamaya kosa ; badan dari sari kebahagiaan

Panca Kumara ; Lima bocah. Lima orang putra Pandawa yang masih kecil dibunuh oleh Asswathama pada malam hari; yaitu :
  1. Pratiwindya ; putra Yudistira
  2. Srutasoma ; putra Bima
  3. Srutakirtti ; putra Arjuna
  4. Santika ; putra Nakula
  5. Srutakarma ; putra Sahadewa

Panca Klesa ; Lima rintangan, dalam mencapai tujuan hidup yaitu kelanggengan abadi ada lima rintangan yang bersumber pada diri sendiri, yakni :
  1. Awidya ; Kegelapan atau ketidaktahuan / kebodohan
  2. Asmita ; Kesombongan atau keangkuhan
  3. Raga ; Keterikatan dan kesukaan
  4. Abhiniwesa ; Ketakutan yang berlebihan terhadap kematian
  5. Dwesa ; Rasa benci / dendam

Panca Maha Rsi ; Lima macam orang suci ditinjau dari segi fungsi / profesinya, yaitu ;
  1. Brahma Rsi ; Rsi yang mengajarkan Weda atau dapat pula disebut Pendeta.
  2. Satya Rsi ; Rsi yang mempunyai asal-usul dari Yang Maha Esa, yang menciptakan dunia ini dan sering disebut Bhatara, misalnya Bhatara Manu.
  3. Dewa Rsi ; Rsi dikenal juga sebagai Prajapati, diantaranya disebut Marici, Bhrugu dan lain sebagai dikaitkan dengan mantra-mantra
  4. Sruta Rsi ; Rsi ini kemungkinan yang menerima wahyu dari Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi yang kemudian disarikan menjadi Weda
  5. Raja Rsi ; Rsi yang memiliki keahlian untuk memerintah dan bersifat Ksatriya guna membela negara dan rakyat

Panca Mohi ; Ada lima waktu, dimana orang tak boleh memutuskan pembicaraan, yaitu :
  1. Semeng Pisan ; Pada waktu pagi-pagi sekali.
  2. Sandi Kala ; Pada saat matahari menjelang terbenam
  3. Tangi Tepet ; Waktu matahai tepat di atas kepala.
  4. Wengi ; Pad waktu malam hari
  5. Tan Masaning Masa ; Tidak pada saat yang tepat

Panca Maha Bhuta ; Lima jenis unsur  yang terdapat di alam raya ini, yakni ;
  1. Akasa ; Ether
  2. Bayu ; Gas
  3. Teja ; Sinar / Cahaya
  4. Apah ; Zat Cair
  5. Pertiwi ; Zat Padat

Panca Maha Yadnya ; Lima macam korban suci ditinjau dari segi sarana yang dipergunakan, yaitu;
  1. Drewiya Yadnya ; Korban suci yang dilakukan dengan menggunakan banten sajen, harta benda dan material lainnya.
  2. Tapa Yadnya ; Korban suci dengan jalan tapa, yaitu dengan jalan tahan menderita, meneguhkan iman, menghadapi segala godaan hidup.
  3. Swadyaya Yadnya ; Korban suci dan kebajikan yang diamalkan dengan menggunakan diri pribadi sebagai alat atau dana pengorbanan.
  4. Yoga Yadnya; Korban suci melalui pemujaan kepada Ida Hyang Widhi dengan jalan Yoga, yaitu menyatukan pikiran guna dapat menunggal Atman dengan Paramatman.
  5. Jnana Yadnya ; Korban suci berupa persembahan dan pemujaan untuk Hyang Widhi dengan mengamalkan Ilmu Pengetahuan Suci (Jnana)

Panca Mabhaya ; Nama salah satu jenis caru yang memakai dasar Caru Panca Sata ditambah seekor itik belangkalung.

Panca Nyama Brata ; Lima macam pengendalian diri dalam tingkatan mental, yaitu :
  1. Sauca ; Suci lahir bathin
  2. Santosa ; Ketentraman hati
  3. Tapa ; Tahan uji
  4. Swadaya ; Belajar sendiri tentang ilmu kesucian
  5. Iswara Pranidana ; Sembahyang dan mencamkan puja mantra ditujukan kepada Tuhan

Panca Nrta ; Ada lima macam kebohongan yang tidak merupakan dosa, yaitu :
  1. Berbohong kepada anak-anak
  2. Berbohong dalam dunia perdagangan
  3. Berbohong kepada musuh
  4. Berbohong kepada pacar
  5. Berbohong kepada orang sakit

Panca Pada ; Lima tingkat alam perasaan, yaitu :
  1. Jagra Pada ; baru bangun  dari tidur alam perasaan kita masih sepi.
  2. Swapna Pada ; Seperti bayangan dalam air yang tenang dan bersih. Bila air berombak bayangan hilang.
  3. Surupta Pada ; Pada waktu tidur lelap semua daya ingatan hilang.
  4. Turya Pada ; Bagi orang yang telah lewat dari tiga aspek posisi yoganya.
  5. Turnyanta Pada ; Bagi orang yang telah lewat dari tiga aspek posisi yoganya.

Panca Pandita ; Lima orang Pamdita bersaudara sering juga disebut "Panca Tirtha" . Kelima Pandita itu adalah :
  1. Mpu Semeru, datang di Besakih tahun caka 921
  2. Mpu Ghana datang tahun caka 922 berparhyangan di Gelgel.
  3. Mpu Kuturan datang tahun caka 923 berparhyangan di Cilayukti.
  4. Mpu Gnijaya datang tahun caka 928 berparhyangan di Lempuyang.
  5. Mpu Bharadah masih tetap tinggal di Jawa berparhyangan di Lemah Tulis Pejarakan.

Panca Pandawa ; Pandawa Lima; yaitu Ksatriya Negeri Hastina masing-masing namanya :
  1. Dharmawangsa / Yudistira
  2. Bima / Wrekodara
  3. Arjuna / Dananjaya
  4. Nakula
  5. Sahadewa

Panca Prana ; Lima jenis pernafasan, terdiri dari :
  1. Prana ; Nafas kehidupan yang menggiatkan mata, telinga, mulut dan hidung
  2. Apana ; Nafas keluar yang menggiatkan alat-alat pembuangan dan penyambung jenis
  3. Samana ; Nafas pengimbang menggiatkan komplek pembagian makanan
  4. Wyana ; Nafas tersebar menggiatkan segenap sistem urat saraf dengan bertolak dari dan kembali ke jantung.
  5. Udana ; Nafas ke atas berfungsi pada kematian dan mengantar jiwa ke kehidupan berikutnya.

Panca Sata ; Lima ekor ayam dalam Caru , yaitu :
  1. Ayam bulu putih ; untuk ulam Caru di Timur
  2. Ayam bulu merah ;  untuk ulam Caru di Selatan
  3. Ayam bulu kuning ; untuk ulam Caru di Barat
  4. Ayam bulu hitam ; untuk ulam Caru di Utara
  5. Ayam bulu lima macam / brumbun ; untuk ulam Caru di Tengah-Tengah

Panca Satya ; Lima kejujuran / Kesetiaan, seperti :
  1. Satya Hredaya ; Jujur lahir bathin
  2. Satya Semaya ; Tepat dengan janji
  3. Satya Wecana ; Konsekwen kepada kata-kata
  4. Satya Laksana ; Jujur dalam perbuatan
  5. Satya Mitra ; Setia kepada teman

Panca Sakti ; Lima kekuatan. Dalam merencanakan sesuatu pekerjaan / usaha jangan lupa terhadap pengaruh lima kekuatan, yaitu :
  1. Iksa ; Strategi tegas dan jelas
  2. Desa ; Tempat dimana kita melakukan pekerjaan / usaha
  3. Kala ; Waktu / musim apa pada saat itu
  4. Patra ; Situasi / kondisi
  5. Sakti ; Potensi / kekuatan


Panca Shtiti Darmen Prabhu ; Lima posisi dan fungsi pemimpin ; Ajaran Arjuna Sastrabahu, yaitu :
  1. Ing Arsa Asung Tulada ; Kalau pemimpin itu ada dihadapan anak buah, berfungsi sebagai pendidik dan memberi contoh.
  2. Ing Madya Amangun Karsa ; Kalau pemimpin berada ditengah-tengah anak buah, ia berfungsi penggugah semangat anak buah untuk mensukseskan tujuan.
  3. Tut Wuri Andayani ; Kalau pemimpin di belakang anak buah, ia berfungsi mengontrol anak buah setelah setelah melaksanakan fungsi 1 dan 2 (diatas).
  4. Maju Tanpa Bala ; Pemimpin yang telah sukses kepemimpinannya dalam fungsi 1,2 dan 3, maka berani maju sendiri menghadapi apa yang terjadi.
  5. Sakti Tanpa Aji ; Pemimpin yang telah sukses dalam mengkoordinir dan menggugah semangat, mengontrol anak buahnya dan berani maju tanpa bala, pemimpin yang demikian itulah dapat dikatakan sakti tanpa bersandar kepada kekuatan yang nyata.

Panca Sanak ; Nama salah satu jenis Caru yang memakai dasar Caru Panca Sata ditambah kambing, angsa, itik belangkalung.

Panca Stharwara ; Lima jenis tumbuh-tumbuhan, yaitu :
  1. Trna ; bangsa rumput
  2. Taru ; bangsa pohon
  3. Lata ; bangsa tumbuhan menjalar
  4. Gulma ; bangsa semak
  5. Janggama ; bangsa tumbuhan parasit.

Panca Tirtha ; Lima macam air suci yang telah dimantrai sesuai Weda dan kegunaannya, yaitu :
  1. Tirtha Pawitra
  2. Tirtha Kamandalu
  3. Tirtha Sanjiwani
  4. Tirtha Amertha
  5. Tirtha Sudamala

Panca Tan Matra ; Lima macam benih
  1. Sabda tan matra ; benih suara
  2. Sparsa tan matra ; benih rasa sentuhan
  3. Rupa tan matra ; benih penglihatan
  4. Rasa tan matra ; benih rasa
  5. Ganda tan matra ; benih penciuman

Panca Tiryak ; Lima macam bangsa binatang, yaitu :
  1. Pasu ; binatang ternak seperti sapi, kerbau, kuda dll
  2. Mrga ; binatang hutan seperti singa, harimau dll
  3. Paksi ; bangsa burung seperti ayam, burung
  4. Sarisrpa ; bangsa ular seperti cobra, ular belang dll
  5. Mina ; bangsa ikan seperti mujair, gurame, hiu dll

Panca Upaya Sandhi ; Lima upaya yang harus dilakukan oleh seorang raja dalam menghadapi musuh Negara maupun dalam menyelesaikan persoalan yang menjadi tanggung jawabnya, yaitu :
  1. Maya ; seorang raja yang harus melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan yang belum jelas kedudukan dan profesinya.
  2. Upeksa ; upaya untuk meneliti dan menganalisa data-data dan informasi-informasi sehingga dapat meletakkan permasalahan menurut proporsinya.
  3. Indra Jala ; suatu upaya untuk mencari jalan keluar dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
  4. Wikrama ; suatu upaya untuk melaksanakan semua upaya yang telah dirumuskan pada tingkatan Indra Jala.
  5. Logika ; setiap tindakan yang ditempuh harus selalu mendapat pertimbangan akal sehat dan logis dan tidak boleh bertindak berdasarkan emosi.

Panca Wiparyaya ( Wrspati Tattwa ) ; Lima macam corak kesalahan yang diwarnai oleh motif keinginan masing-masing, yaitu :
  1. Tamah ; manusia yang hanya mengharapkan kesukaan nyata.
  2. Moha ; manusia yang hanya mengharapkan keasta-swaryan.
  3. Maha Moha ; manusia yang mengharapkan kesukaan sekala niskala.
  4. Tasmisra ; manusia yang mengharapkan kesukaan kemudian
  5. Andatamisra ; menangisi apa-apa yang telah hilang.

Panca Wali Krama ; salah satu jenis Caru / Bhuta Yadnya. Pecaruan ini dilaksanakan bila telah 5 kali berturut-turut melakukan salah satu peri pecaruan, seperti ; a. Panca Kelud, b. Panca Sanak, c. Panca Sata, d. Resi Gana, e. Tawur Agung.
Hewan yang dipergunakan sama dengan waktu Rsi Gana titambah 5 ekor kerbau, yang warna bulunya Merah, Putih, Kuning, Hitam dan yang seekor lagi warnanya lain dari yang empat tadi. Upacara ini dipuput oleh 5 orang Pendeta dan seorang Sengguhu dan memakai bangunan Sanggar Tawang 5 buah.

Panca Wretaya ; Lima macam keburukan, seperti :
  1. Awidya ; kebodohan
  2. Asmita ; perasaan bahwa semua ada dan ingin merasakan segala yang ada sehingga bisa disebut Moha.
  3. Raga ; keinginan yang biasanya tak pernah hentinya, selalu ingin ini itu.
  4. Dwesa ; hawa nafsu yang demikian meluap sehingga tanpa disadari kita digiring kelembah neraka.
  5. Abhiniwesa ; takut kehilangan apa-apa yang telah dimilikinya, seperti kesaktian dan lain sebagainya.


Panca Wara; Pekan yang terdiri dari lima hari, yaitu Umanis, Paing, Pon, Wage, Kliwon.

Panca Yadnya; Lima macam korban suci, yaitu :
  1. Dewa Yadnya; Korban suci kepada Sang Hyang Widhi,
  2. Pitra Yadnya ; Korbang suci kepada para leluhur,
  3. Rsi Yadnya ; Korban suci kepada para rsi dengan mengamalkanilmu pengetahuan yang diberikannya
  4. Manusa Yadnya ; Korban suci yang dilakukan kepada manusia, seperti ngotonin, potong gigi dan sebagainya
  5. Bhuta Yadnya ; Korban suci terhadap mahluk rendahan, seperti ngejot selesai memasak, mecaru dan lain sebagainya.

Panca Yama Brata
; Lima macam pengendalian diri , yaitu :
  1. Ahimsa ; tidak membunuh / welas asih
  2. Brahmacari ; Tidak kawin selama hidupnya / belajar ilmu kesucian
  3. Satyam ; Kejujuran / tidak berbohong
  4. Asteya ; Tidak mencuri / tidak mengambil barang orang tanpa persetujuan yang punya.
  5. Aparigraha ; Tidak menerima barang haram.