Cuntaka
adalah suatu keadaan yang tidak suci menurut pandangan agama Hindu, masa
cuntaka khususnya dari kematian pada setiap daerah/desa tidaklah sama, semua
itu tergantung dari kesepakatan bersama yang dibuat pada desa tersebut. Masa kotor atau yang populer disebut Cuntaka istilah bahasa Bali-nya disebut Sebel,
berkaitan dengan tata susila dan etika. Sebel sering dikaitkan dengan sebet,
sebet adalah dimana pikiran yang membelenggu membuat diri kita menjadi tidak
nyaman. Jika kita bisa memahami tentang hakekat diri bahwa perasaan itu yang
selalu menghalangi setiap langkah yang kita lakukan maka hendaknya mulai
mengembangkan pikiran yang positif/baik, sehingga perasaan sebet/sebel itu bisa
kita hindari. Secara normatif sebel itu sudah dibuatkan standar oleh Parisada
Hindu Dharma Indonesia yang merujuk pada beberapa sumber sastra yang ada, namun
setelah masuk ruang desa pekraman batasan/waktu yang telah dibuat oleh parisada
mengalami sedikit perubahan sesuai dengan kesepakatan krama desa setempat,
sehingga antar desa menetapkan masa cuntaka yang berbeda-beda.
Cuntaka/kotor/sebel sering dihilangkan dengan jalan melukat/membersihkan diri,
setelah memohon pengelukatan mereka merasakan bahwa cuntakanya telah hilang.
Melukat itu tidak ada batasan waktunya, ada yang begitu merasa cuntaka langsung
melaksanakan pengelukatan lalu perasaan cuntakanya hilang, ada lagi yang
menunggu waktu atau batasan tertentu untuk melaksanakan pengelukatan, jadi
jelas batasan cuntaka sulit sekali ditetapkan. Melukat adalah membersihkan
diri, Sedangkan kebersihan dan kesehatan batin dapat
diusahakan dengan jalan melaksanakan pranayama persembahyangan
dan membaca serta mempelajari ajaran-ajaran agama secara terus-menerus seperti
dijelaskan didalam Kitab Hukum Hindu Manawa Dharmasastra V. 109 :
ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI
Tubuh dibersihkan dengan air.
ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI
Tubuh dibersihkan dengan air.
Pikiran disucikan dengan kebenaran.
Jiwa manusia dengan pelajaran suci
dan tapa brata dan
Kecerdasan dengan pengetahuan yang
benar.
Masa
cuntaka secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
No.
|
Penyebabnya
|
Ruang lingkup
|
Batas waktu
|
1
|
Kematian
|
Keluarga terdekat sampai
dengan mindon, serta orang- orang yang ikut mengantar jenazah, demikian
pula alat- alat yang dipergunakan dalam keperluan itu
|
Disesuaikan dengan Loka dresta dan
Sastra dresta.
|
2
|
Haid
|
Diri pribadi dengan kamar.
tidurnya
|
Selama masih mengeluarkan darah
sampai membersihkan diri.
|
3
|
Bersalin
|
Diri pribadi dan suaminya beserta
rumah yang ditempatinya
|
Sekurang- kurangnya 42 hari dan
berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan dan suaminya sekurang- kurangnya
sampai lepas puser bayinya.
|
4
|
Keguguran kandungan
|
Diri pribadi dan suami beserta
rumah yang ditempatinya.
|
Sekurang- kurangnya 42 hari dan
berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan.
|
5
|
Sakit (kelainan)
|
Diri pribadi dan pakaiannya.
|
|
6
|
Perkawinan
|
Diri pribadi dan kamar tidurnya
|
Sampai dengan mendapat tirta
pabeakaonan.
|
7
|
Gamya gamana (incest)
|
Diri pribadi yang melakukan dan
desa adatnya
|
Sampai diceraikan, diadakan
pembersihan baik terhadap diri pribadi maupun desa adat/ kahyangan.
|
8
|
Salah timpal (bersetubuh dengan
binatang)
|
Diri pribadi yang melakukan dan
desa adatnya.
|
Diselesaikan sebagaimana mestinya
sesuai dengan adat dan agama Hindu. Sampai dengan upakara beakaon.
|
9
|
Hamil tanpa beakaon
|
Diri pribadi dan kamar tidurnya.
|
Sampai dengan upakara beakaon.
|
10
|
Mitra ngalang
|
Diri pribadi dan kamar tidurnya.
|
Sampai dengan upakara beakaon.
|
11
|
Lahir dari kehamilan tanpa upacara
|
Diri pribadi, anak dan rumah yang
ditempatinya.
|
Sampai dengan adanya yang memeras
(disahkan sebagai
anak sesuai dengan agama Hindu).
|
12
|
Melakukan Sad Tatayi
|
Diri pribadi.
|
Sampai diprayascita dan sama
sekali tidak boleh menjadi rohaniawan.
|
Seseorang
yang dalam keadaan sebel atau cuntaka tidak diperkenankan memasuki tempat suci
atau pun melaksanakan pekerjaan yang dianggap suci.
Menurut Parasara Dharmasastra III.1-2
disebutkan :
ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.
Artinya :
Sekarang Aku akan menjelaskan tentang periode atau masa ketidaksucian seseorang yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian (dari anggota keluarganya)
Masa kotor yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian dalam keluarga, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatrya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh yang suci Parasara.
Keterangan : masing-masing golongan masyarakat lama masa kotor berbeda disebabkan karena tingkat kemampuan menyunyikan diri berbeda bagi golongan yang satu dengan golongan yang lainya, misalkan
ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.
Artinya :
Sekarang Aku akan menjelaskan tentang periode atau masa ketidaksucian seseorang yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian (dari anggota keluarganya)
Masa kotor yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian dalam keluarga, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatrya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh yang suci Parasara.
Keterangan : masing-masing golongan masyarakat lama masa kotor berbeda disebabkan karena tingkat kemampuan menyunyikan diri berbeda bagi golongan yang satu dengan golongan yang lainya, misalkan
- seorang Brahmana jauh lebih mampu menyucikan dirinya dibandingkan dengan seorang sudra.
- selain itu pula seorang Brahmana memliki kewajiban yang lebih penting dari pada yang lainya, siapa yang akan menyelesaikan sebuah upacara atau perayaan korban suci jika seorang brahmana atau pendeta terlalu lama cuntaka (tidak suci)?
- bahkan terkadang seorang brahmana tidak dipengaruhi oleh cuntaka. Demikian juga halnya dengan Ksatrya yang memiliki kewajiban yang lebih berat daripada vaisya dan sudra, sehingga lama cuntaka lebih singkat.
- Dalam lontar Widhisastra disebutkan apabila pada saat piodalan ada krama yang meninggal dunia,hendaknya upacara piodalan diselesaikan dulu,setelah selesai baru kita melaksanakan upacara kematian baik dikubur maupun di lakukan upacara ngaben, agar konsentrasi umat tidak bingung dan terpecah, dalam lontar pelutuk bebanten apabila sang mati belum diperciki tirtha pangringkesan belumlah dianggap mati, sering diistilahkan dengan ditidurkan.
- Kaletehan / cuntaka yang dipancarkan sawa mendiang diblokir saat upacara ngaben yang dengan menggunakan damar kurung sebagai sarana permohonan kepada Sanghyang Agni agar cuntaka berkurang.
Susila
yang merupakan tata nilai tentang baik dan buruk (bukan salah dan benar),
apa yang harus dikerjakan dan apa pula yang harus dihindari sehingga tercipta
suatu tatanan antar manusia dalam masyarakat yang dianggap serasi, baik rukun
dan bermanfaat bagi setiap orang.
Di
samping itu tentu kebersihan badan, pakaian dan sikap badan setiap bekerja
harus pula tidak diabaikan.
Yang menjadi pertanyaan, Faktor apakah yang menyebabkan
seseorang tidak suci (cuntaka) dan apa pula yang patut dilakukan .untuk
memulihkan keadaan menjadi normal kembali?
Menurut Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang disahkan Parisada Hindu Dharma (PHDI), diatur dalam Lontar Catur Cuntaka, merupakan pengembangan lebih jauh tentang aturan kesucian yang ditetapkan a.l. dalam Weda Parikrama.
Menurut Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang disahkan Parisada Hindu Dharma (PHDI), diatur dalam Lontar Catur Cuntaka, merupakan pengembangan lebih jauh tentang aturan kesucian yang ditetapkan a.l. dalam Weda Parikrama.
Kutipan dari StitiDharma
Online
Aturan tentang Cuntaka juga mengandung pengertian yang mendalam
bahwa manusia dalam mewujudkan bhaktinya kepada Tuhan mempunyai dua aspek yang
penting yakni aspek vertikal (hubungan dengan Yang Maha Kuasa) dan aspek
horizontal (hubungan dengan sesama umat manusia) Kedua aspek itu dijaga
keseimbangan dan keharmonisannya. Mereka yang cuntaka diharap tidak mengganggu
konsentrasi persembahyangan warga yang lain ditempat-tempat persembahyangan
umum. Namun kalau ia bersembahyang sendiri di kamar tidur/tempat khusus, tidak
dilarang.
Harap dibedakan antara cuntaka dan sembahyang.
Maksud saya, dalam keadaan cuntaka kita boleh bersembahyang. Misalnya
dikuburanpun kita sembahyang bila mengadakan upacara mendem layon,
ngeseng/membakar, dll. Namun dalam keadaan cuntaka kita tidak bersembahyang di
Pura-Pura umum, karena menghormati pemedek lainnya. Jadi dalam pendakian
spiritual ada pengertian vertikal dan horizontal. Maksud saya, vertikal, yakni
bhakti kepada-Nya, dan horizontal maksudnya membina keharmonisan dengan sesama.
Kita tidak boleh hanya memperhatikan masalah vertikal saja lalu mengabaikan
hal-hal yang bersifat horizontal. Dalam bahasa Bali umumnya rangkaian itu
disebut : desa – kala – patra.Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan :
1. Jika pikiran kotor, iri hati, dendam,congkak dan selingkuh
apakah itu termasuk dalam bagian cuntake??
2. Jika memang bagian dari cuntake, apakah hal hal tersebut lebih
tinggi nilai cuntakenya dari orang meninggal, wanita haid?
3. Kenapa wanita melahirkan selama 42 hari dibilang cuntake?
Jawaban :
1. Devinisi “Cuntaka” yang diputuskan dalam Paruman Sulinggih PHDI berbunyi sbb. : Cuntaka adalah keadaan tidak suci menurut keyakinan Agama Hindu.
Perlu dibahas dan ditafsirkan sebagai berikut :
a. “Keadaan” dapat dikatakan secara sklala (kasat mata) dan niskala (tidak kasat mata) Tentang yang kasat mata (nyata) misalnya kematian, menstruasi, bayi belum 3 bulanan, kawin belum mabeajkala, kawin salah timpal, kawin gamia-gamana, mitra ngalang, paradara, sakit gede, dll. Tentang yang niskala (tidak kasat mata – tidak nyata) misalnya pikiran, khayalan, dll.
b. “Tidak suci” artinya menyimpang dari ajaran kitab suci Weda, Upaweda, Pancami Weda, Wedangga, dll. Termasuk menyimpang adalah pelanggaran trikaya parisudha yakni pikiran, perkataan, dan perbuatan yang dilarang Agama HIndu.
Sebagaimana yang diketahui, Pikiran yang dilarang/tidak suci :
a. Dilarang menginginkan milik orang lain,
b. Dilarang tidak percaya pada hukum karma-phala,
c. Dilarang tidak menyayangi mahluk hidup lain.
Yang dimaksud “Perkataan yang tidak suci/dilarang :
a. Berkata-kata kasar, memaki, menghina,
b. Berkata-kata bohong/membual,
c. Wajib taat pada janji/ucapan – tidak berkata lain dari pikiran yang ada.
d. Dilarang memfitnah.
Yang dimaksud “Perbuatan”yang dilarang :
a. Mencuri,
b. Memperkosa/berzinah,
c. Himsa-karma (tidak membunuh atau menyakiti mahluk hidup)
Selain itu ada larangan-larangan yang lain yang diatur dalam yama brata dan niyama brata, sapta timira, dasamala, dll. yang merupakan pengembangan dari trikaya parisudha itu.
2. Tinggi/rendahnya tingkatan cuntaka, tidak bisa diputuskan oleh manusia, karena “keadaan tidak suci” hanya dinilai/diukur oleh Yang Maha Esa.
3. Karena dalam waktu 42 hari biasanya wanita masih kotor (mengeluarkan kotoran dari vagina) dan organ perut mulai rahim sampai susunan organ lainnya belum pulih seperti sediakala (sebelum hamil)
Demikianlah Pengertian dan makna Cuntaka yang tiang himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
untuk cuntaka kematian, apakah ada perbedaan masa cuntaka antara ngaben dengan dikuburkan?
BalasHapus