Pertanda
Upacara Yadnya yang Sukses
Aphalakaanksibhir
yadnyo
Vidhi drsto ya ijyate
Yastavyam eveti manah
Samaadaya sa saatvikah
(Bhagavad Gita, XVII.11)
Vidhi drsto ya ijyate
Yastavyam eveti manah
Samaadaya sa saatvikah
(Bhagavad Gita, XVII.11)
Maksudnya: Yadnya yang dilakukan
menurut petunjuk kitab suci (vidhi drstah), dilakukan dengan ikhlas, yang
sepenuhnya dipercaya bahwa yadnya itu sebagai suatu kewajiban suci. Yadnya yang
demikian itu tergolong Satvika Yadnya.
Kata “upacara” berasal dari bahasa
Sansekerta artinya “mendekat”. Sedangkan yadnya artinya pengorbanan yang suci dengan perasaan yang tulus dan ikhlas. Jadi, upacara yadnya adalah suatu upaya spiritual dengan
bentuk ritual/upakara dengan tujuan mendekatkan diri pada Tuhan berlandasan bhakti yang suci dan penuh keikhlasan. Bhakti pada Tuhan itu lebih lanjut
didayagunakan untuk meningkatkan keluhuran moral dan daya tahan mental untuk
memelihara kesejahteraan alam dengan asih serta mengabdi pada sesama manusia
dengan landasan punia. Asih dan punia itulah sebagai wujud bhakti kita kepada
Tuhan. Jika bhakti itu tanpa rnenyayangi alam Iingkungan dan mengabdi pada
sesama dengan tulus maka bhakti akan sia-sia saja. Selanjutnya upacara yadnya
itu ada upakaranya. Kata upakara dalam bahasa Sansekerta artinya melayani.
Karena itu dalam Lontar Yadnya Prakerti bentuk-bentuk upakara itu sebagai
lambang pelayanan kepada Tuhan, kepada sesama manusia dan juga pelayanan kepada
alam atau bhuwana.
Dari pemahaman tersebut dapat
dinyatakan bahwa suksesnya suatu upacara yadnya apabila ada secara nyata upaya
melestarikan alam lingkugan, adanya perhatian yang nyata pada nasib sesama
sehingga hubungan manusia dengan manusia semakin harmonis, dinamis dan
produktif secara spiritual dan meterial. Hal itu terjadi sebagai wujud
pelaksanaan upacara yadnya yang satwika. Kalau terjadi sebaliknya maka dapat dinyatakan
upacara yadnya itu belum sukses. Kalau bhakti itu kenyataanya membuat alam
semakin merosot kuantitas dan kualitasnya dan hubungan dalam masyarakat semakin
tidak harmonis, apalagi sampai terjadi permusuhan, itu pertanda upacara yadnya
tersebut gagal mewujudkan misi sucinya. Apalagi upacara yadnya penyelenggaraanya
boros, karena dalam pustaka Ariandadayi menyatakan ada empat hal yang tidak
boleh diboroskan yaitu: tidak boleh sampai membuangbuang makanan, pemakaian
uang tidak tepat guna, tenaga tidak boleh dibuang sia-sia dan tidak
mengulur-ulur waktu.
Agar upacara itu sukses, lakukanlah
upacara yadnya yang satvika sebagaimana dinyatakan dalam kutipan Sloka Bhagawad
Gita XVII, 11, 12 dan 13. Ada tiga kualitas upacara yadnya utama itu
pengertiannya dipadukan dengan satvika yadnya menurut kitab suci Bhagawad Gita.
Apalagi menurut Manawa Dharmasastra 1.86 prioritas beragama zaman Kali adalah
dhana punia bukan upacara. Karena itu upacara yadnya yang diselenggarakan agar
lebih diutamakan kegiatan berdana punia terutama untuk memajukan pendidikan.
Upacara yadnya diselenggarakan disamping tujuan utamanya untuk berbhakti
padaTuhan juga sebagai media berdana punia.
Upacara yadnya rajasika dan tamasika, yang ditampilkan dengan serba glamour dan gebyar serba wah yang boros uang, waktu, tenaga dan membuang-buang makanan. Upacara Yadnya demikian itu menjadi beban yang memberatkan hidup dan banyak menimbulkan permasalahan hidup.
Upacara yadnya rajasika dan tamasika, yang ditampilkan dengan serba glamour dan gebyar serba wah yang boros uang, waktu, tenaga dan membuang-buang makanan. Upacara Yadnya demikian itu menjadi beban yang memberatkan hidup dan banyak menimbulkan permasalahan hidup.
Satvika yadnya menurut Bhagawad Gita
ada beberapa syaratnya, yaitu sradha, artinya upacara yadnya dilakukan
berdasarkan keyakinan yang mendalam bahwa upacara yadnya itu sebagai suatu yang
seyogianya dilakukan sebagai penganut Hindu yang balk. Upacara Yadnya tidak
boleh dilakukan dengan ragu-ragu sekadar untuk memenuhi syarat formal beragama
Hindu saja. Lascarya, upacara yadnya harus dilakukan dengan tulus ikhlas tidak
ada sama sekali adanya rasa terpaksa atau ada sesuatu yang dirasakan menekan.
Upacara yadnya itu dilakukan Sesuai dengan Vidhi Drstah atau petunjuk
sastranya.
Upacara yadnya harus juga ada
Daksina, artinya pemberian sedekah sebagai simbol penghormatan dalam wujud harta dan
penghormatan secara moral untuk rohaniawan seperti pinanthta (pemangku) atau
pandita. Tanpa daksina, upacara yadnya itu akan gagal. Upacara yadnya
seyogianya diantarkan dengan melantunkan gita atau kidung suci. Kidung suci
yang dilantunkan dengan benar, baik dan tepat akan dapat menumbuhkan vibrasi
spiritual pada lingkungan. UpacaraYadnya seyogianya juga ada Anma Seva artinya
ada jamuan makan terutama untuk Atiti Yadnya yaitu tamunya upacara. Sebab, ada
sastra menyatakan betapa pun meriahnya suatu upacara yadnya kalau di sekitarnya
ada orang kelaparan dan wanita terhinakan maka upacara yadnya itu tidak akan
mencapai tujuan muliannya.
Syarat terakhir satvika yadnya itu
adalah naasmita artinya yadnya yang dilakukan itu tidak ada niat untuk pamer
atau menonjolkan egoisme. Apalagi ada niat untuk menonjolkan diri untuk
meremehkan orang lain di lingkungan sendiri.
Hakikat upacara yadnya itu justru untuk
mereduksi egoisme. Karena egoisme itu akan menutup pancaran suci atman menyinari
dinamika indriya. Upacara yadnya yang menonjolkan egoisme itu ciri upacara
yadnya yang gagal memberikan vibrasi suci. Jelaslah jika kita berharap agar sesuatu yang kita kerjakan/persembahkan kehadapan Hyang Widhi Wasa agar selalu didasari oleh ketujuh landasan beryadnya, disamping itu pula hal-hal yang menyebabkan kurang harmonisnya bhuana agung dan bhuana alit agar dihindari, sehingga terjadi keserasian. sukseslah berupacara.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar