SUDAMALA
Cerita
Sudamala adalah sebuah teks Jawa tengahan yang kurang lebih berasal dari abad
XVII M. Menurut Prof. Zoetmulder, penuturan lisan berperan penting dalam sejarah teks ini dalam artian sebelum terbentuk menjadi teks
atau naskah, cerita ini lebih dulu dikenal melalui tutur lisan. Teks
Sudamala dalam bentuk relief juga dijumpai dalam beberapa candi misalnya candi Tegowangi di Kediri, candi Sukuh, dan
candi Ceto.
Berikutsedikit
ikhtisar/ringkasan dari cerita Sudamala. Cerita berawal dari asal-usul dewi
Durga yang merupakan perwujudan dewi Uma setelah dikutuk dewa Siwa karena
berbuat selingkuh sehingga ia menjadi berwujud raksasi dan tinggal di istana
Gandamayu/Gondomayit.Dewa Siwa/Bathara Guru berjanji bahwa Durga baru bisa
lepas dari kutukannya setelah 12 tahun oleh Sadewa, Pandawa termuda dengan
bantuan Bathara Guru. Babak berikutnya menceritakan asal-usul dari 2 bidadara
yang dikutuk oleh Siwa karena mengintip Siwa dengan istrinya yang sedang
bercengkrama, mereka menjadi raksasa yang disebut Kalantaka dan Kalanjaya yang
nantinya akan berperang melawan Bima dan pandawa yang pada akhirnya akan
dikalahkan oleh Sadewa/Sudamala.
Babak
selanjutnya menceritakan tentang usaha Durga yang ingin bertemu dengan Sadewa
karena ingin terbebas dari kutukannya, dia menemui Kunti, ibu para pandawa agar
menyerahkan anaknya Sadewa tetapi Kunti tidak mau melakukannya lantaran Sadewa
adalah anak Pandhu/suaminya dengan istri kedua. Kunti pun menawarkan ketiga
putranya yang lain yaitu Yudistira, Bima dan Arjuna. Durga tidak mau, karena
yang hanya bisa meruwatnya dari kutukan hanyalah Sadewa.
Dengan
segala cara akhirnya Durga atau Ra Nini menyuruh anak buahnya sesama raksasi
dari Gandamayu yaitu Kalika untuk merasuki Kunti agar mengutus Sadewa mau
diserahkan kepada Durga, tetapi saat Kunti yang telah dirasuki Kalika akan
membawa Sadewa ke Gandamayu, tiba-tiba Kunti sadar dan Kalika keluar dari tubuh
Kunti.
Babak
selanjutnya menceritakan tentang kemarahan Durga atau Ra Nini yang meminta
kembali Kalika untuk memasuki tubuh Kunti.Kunti yang telah kerasukan memaksa
Sadewa dan mengikat Sadewa pada pohon randu agar dia mau meruwat Durga.Semar
yang turut serta mendampingi Sadewa pada saat itu meminta Kalika keluar dari
tubuh Kunti dan melepaskan Sadewa dari ikatan.Kalika memenuhi permintaan Semar,
namun pada saat yang bersamaan Kalika meminta Sadewa untuk menjadi suaminya. Sadewa
menolak, Kalika pun marah, ia mendatangkan hantu-hantu dan binatang buas yang
ada di Gandamayu.
Sementara
itu Durga yang mengetahui hal itu marah, tidak sabar memaksa Sadewa untuk
meruwatnya karena pada saat itu tepat 12 tahun masa kutukan yang dialaminya.Durga
mengancam Sadewa dengan pedangnya agar segera meruwatnya. Sadewa yang merasa
tidak bisa memenuhi permintaan durga menolak permintaan itu, Durga pun marah
dan mengancam akan membunuh Sadewa. Ditengah perkelaian itu, Hyang Narada yang
mengetahui melapor kepada Siwa/Hyang Guru karena kawatir akan terjadi kekacauan
jika peristiwa ini terus berlanjut.
Hyang
guru segera turun menemui Sadewa untuk membereskan masalah dengan cara masuk
kedalam raga Sadewa.Sadewa sanggup untuk meruwat Durga, setelah Durga berhasil
diruwat oleh Sadewa dia kembali ke wujud aslinya dan kembali ke surge. Istana
Gandamayu-pun berubah menjadi taman bunga yang indah, kemudian Sadewa
mendapatkan nama Sudamala dari dewi Uma dan akan dinikahkan dengan anak dari
Begawan Tambapetra dari Prangalas.
Sudamala
berangkat ke Prangalas, sementara itu Kalika yang dianggap masih memiliki dosa
besar karena merasuki tubuh Kunti belum bisa terbebas dari kutukannya, Kalika
yang kebingungan dengan hal ini masih tetap berada di Gondomayu untuk menjaga
istana. Kemudian muncullah Semar yang merupakan pengiring Sudamala datang untuk
mempermainkan Kalika, Semar mengatakan kepada Kalika bahwa ia bisa meruwat
Kalika asalkan Kalika mampu menyediakan sesaji nasi sebakul dengan lauk pauk
dan tuak satu kendi. Setelah semua sesaji peremintaan Semar itu teresedia,
disuruhlah Kalika menyingkir meninggalkannya.
Semar
yang memang sedang mempermainkan Kalika dengan tipumuslihatnya segera
menghabiskan sesaji yang disediakan Kalika, setelah semua habis Kalika sadar bahwa
ia telah ditipu oleh Semar.
Babak
selanjutnya adalah pencarian Nakula yang ingin bertemu dengan Sadewa.Nakula
bertemu dengan Kalika.Setelah mengetahui segala sesuatunya dari Kalika, Nakula
berangkat ke Prangalas untuk bertemu dengan Sadewa.Setelah itu singkatnya
Sadewa atau Sudamala menyerahkan istrinya yang merupakan anak Tambapetra kepada
Nakula. Punakawan Semar pun tidak mau ketinggalan, ia minta juga dinikahkan
kepada sang Tambapetra, akhirnya Semar pun mendapatkan Ni Satohok dan pada
malam harinya melakukan percintaan di dalam lesung.
Cerita
selanjutnya beralih pada penyerangan raksasa Kalantaka dan Kalanjaya ke negara
Astina, mereka pun bertempur dengan ketiga pandawa yaitu Yudistira, Bima dan
Arjuna. Arjuna diceritakan maju terlebih dahulu untuk menghadapi Kalanjaya,
panah Arjuna berhasil membunuh prajurit Kalanjaya tetapi belum berhasil
membunuh Kalanjaya karena ia memiliki ilmu kebal.Arjuna terdesak, akhirnya Bima
maju bertempur melawan pasukan raksasa itu. Karena kedua raksasa itu sangat
kuat, Bima dan Pandawa lain mundur dan masuk dalam benteng istana. Sadewa dan
Nakula yang mengetahui hal ini segera berangkat ke Astina untuk membantu
saudaranya, Sudamala yang telah memperoleh kekuatan akhirnya bisa membunuh
kedua raksasa itu.
Kedua
raksasa itu beralih ke wujud aslinya yang merupakan dua orang bidadara surga
yang bernama Citrasena dan Citranggada.Mereka berterimakasih kepada Sudamala
karena dia sudah membebaskan mereka dari kutukan dari Hyang Guru.Itulah sedikit
ikhtisar dari kisah Sudamala yang intinya tentang pembebasan mala oleh Sadewa.
Cerita
Sudamala memiliki nilai-nilai filosofis yang bisa dijadikan pelajaran dan
inspirasi kehidupan sekarang dan yang akan datang.Makna filosofis yang
terkandung dari cerita Sudamala antara lain tentang hakekat kehidupan di dunia
yang harus berdasarkan apa yang dinamakan dengan kebenaran. Ada dua tingkat
kebenaran menurut Soenarto Timoer, yaitu kebenaran ilahi atau kebenaran Tuhan
yang sejati dan kebenaran manusiawi.Selanjutnya Wirasanti (1992) mengatakan bahwa
pengertian filsafati dari cerita Sudamala adalah bahwa dalam diri manusia
bermukim dua kekuatan positif (kebenaran) dan negatif (angkara) yang berlawanan
dan berusaha saling mendominasi.
Untuk
menjauhkan dari kekuatan negatif itu manusia haruslah belajar dan mencari ilmu
rahasia kehidupan dunia melalui kearifan dan kebajikan. Karena pada dasarnya
semua perlikau buruk akan mendapatkan akibatnya, biarpun sekecil apapun. Ajaran
ini tampak pada akibat yang diterima oleh Uma dan Citranggada-Citrasena yang
harus kehilangan status tertinggi di kahyangan dan menjadi raksasa karena
perbuatannya.Raksasa adalah status paling rendah/hina yang ditampikan dalam
bentuk lahiriyah maupun batiniyah yang memiliki wujud sangat buruk.Sementara
akibat atau balasan yang mereka terima ditampilkan melalui kutukan Dewa Siwa,
'Hyang Guru' sebagai penguasa dunia, yang dapat diidentikkan dengan
pengejawantahan Tuhan semesta alam.
Dalam
tradisi jawa dijumpai upacara ruwatan yang dilakukan kepada seseorang yang
dianggap tertimpa petaka atau mala, usaha-usaha seperti ini merupakan upaya
pembelajaran untuk mengingatkan manusia dalam usaha untuk senantiasa
membersihkan diri dan menyucikan diri dengan menjaga perilaku terpuji.Tokoh
Sudamala adalah simbol peruwatan atau penyucian,ia mempunyai kemampuan
membebaskan manusia dari dosa, mala/kutukan, dan malapetaka.
Dalam
konteks kehidupan, penyucian diri atau meruwat dapat ditafsirkan sebagai upaya
terus menerus dalam berperilaku baik.Hakekat 'ruwat'adalah penyembuhan, dalam
terminologi jawa tampak sebagai momen refleksi diri, menyadari kesalahan hingga
muncul kemauan untuk memperbaiki kesalahan itu.Momen refleksi ini membutuhkan
suasana khidmat, karena penyadaran seorang manusia adalah hal yang sangat sulit
dilakukan.Untuk itulah perlu ditunjukkan ajaran-ajaran luhur melalui kisah
pewayangan.Sampai sekarang upacara ruwatan di tengah-tengah masyarakat masih
identik dengan pagelaran wayang dengan 'tema ruwatan.'