Senin, 29 April 2019


SUDAMALA
Cerita Sudamala adalah sebuah teks Jawa tengahan yang kurang lebih berasal dari abad XVII M. Menurut Prof. Zoetmulder, penuturan lisan berperan penting dalam sejarah teks ini dalam artian sebelum terbentuk menjadi teks atau naskah, cerita ini lebih dulu dikenal melalui tutur lisan.  Teks Sudamala dalam bentuk relief juga dijumpai dalam beberapa candi misalnya candi Tegowangi di Kediri, candi Sukuh, dan candi Ceto.
Berikutsedikit ikhtisar/ringkasan dari cerita Sudamala. Cerita berawal dari asal-usul dewi Durga yang merupakan perwujudan dewi Uma setelah dikutuk dewa Siwa karena berbuat selingkuh sehingga ia menjadi berwujud raksasi dan tinggal di istana Gandamayu/Gondomayit.Dewa Siwa/Bathara Guru berjanji bahwa Durga baru bisa lepas dari kutukannya setelah 12 tahun oleh Sadewa, Pandawa termuda dengan bantuan Bathara Guru. Babak berikutnya menceritakan asal-usul dari 2 bidadara yang dikutuk oleh Siwa karena mengintip Siwa dengan istrinya yang sedang bercengkrama, mereka menjadi raksasa yang disebut Kalantaka dan Kalanjaya yang nantinya akan berperang melawan Bima dan pandawa yang pada akhirnya akan dikalahkan oleh Sadewa/Sudamala.
Babak selanjutnya menceritakan tentang usaha Durga yang ingin bertemu dengan Sadewa karena ingin terbebas dari kutukannya, dia menemui Kunti, ibu para pandawa agar menyerahkan anaknya Sadewa tetapi Kunti tidak mau melakukannya lantaran Sadewa adalah anak Pandhu/suaminya dengan istri kedua. Kunti pun menawarkan ketiga putranya yang lain yaitu Yudistira, Bima dan Arjuna. Durga tidak mau, karena yang hanya bisa meruwatnya dari kutukan hanyalah Sadewa.
 Dengan segala cara akhirnya Durga atau Ra Nini menyuruh anak buahnya sesama raksasi dari Gandamayu yaitu Kalika untuk merasuki Kunti agar mengutus Sadewa mau diserahkan kepada Durga, tetapi saat Kunti yang telah dirasuki Kalika akan membawa Sadewa ke Gandamayu, tiba-tiba Kunti sadar dan Kalika keluar dari tubuh Kunti.
Babak selanjutnya menceritakan tentang kemarahan Durga atau Ra Nini yang meminta kembali Kalika untuk memasuki tubuh Kunti.Kunti yang telah kerasukan memaksa Sadewa dan mengikat Sadewa pada pohon randu agar dia mau meruwat Durga.Semar yang turut serta mendampingi Sadewa pada saat itu meminta Kalika keluar dari tubuh Kunti dan melepaskan Sadewa dari ikatan.Kalika memenuhi permintaan Semar, namun pada saat yang bersamaan Kalika meminta Sadewa untuk menjadi suaminya. Sadewa menolak, Kalika pun marah, ia mendatangkan hantu-hantu dan binatang buas yang ada di Gandamayu.
Sementara itu Durga yang mengetahui hal itu marah, tidak sabar memaksa Sadewa untuk meruwatnya karena pada saat itu tepat 12 tahun masa kutukan yang dialaminya.Durga mengancam Sadewa dengan pedangnya agar segera meruwatnya. Sadewa yang merasa tidak bisa memenuhi permintaan durga menolak permintaan itu, Durga pun marah dan mengancam akan membunuh Sadewa. Ditengah perkelaian itu, Hyang Narada yang mengetahui melapor kepada Siwa/Hyang Guru karena kawatir akan terjadi kekacauan jika peristiwa ini terus berlanjut.
Hyang guru segera turun menemui Sadewa untuk membereskan masalah dengan cara masuk kedalam raga Sadewa.Sadewa sanggup untuk meruwat Durga, setelah Durga berhasil diruwat oleh Sadewa dia kembali ke wujud aslinya dan kembali ke surge. Istana Gandamayu-pun berubah menjadi taman bunga yang indah, kemudian Sadewa mendapatkan nama Sudamala dari dewi Uma dan akan dinikahkan dengan anak dari Begawan Tambapetra dari Prangalas.
Sudamala berangkat ke Prangalas, sementara itu Kalika yang dianggap masih memiliki dosa besar karena merasuki tubuh Kunti belum bisa terbebas dari kutukannya, Kalika yang kebingungan dengan hal ini masih tetap berada di Gondomayu untuk menjaga istana. Kemudian muncullah Semar yang merupakan pengiring Sudamala datang untuk mempermainkan Kalika, Semar mengatakan kepada Kalika bahwa ia bisa meruwat Kalika asalkan Kalika mampu menyediakan sesaji nasi sebakul dengan lauk pauk dan tuak satu kendi. Setelah semua sesaji peremintaan Semar itu teresedia, disuruhlah Kalika menyingkir meninggalkannya. 
Semar yang memang sedang mempermainkan Kalika dengan tipumuslihatnya segera menghabiskan sesaji yang disediakan Kalika, setelah semua habis Kalika sadar bahwa ia telah ditipu oleh Semar.
Babak selanjutnya adalah pencarian Nakula yang ingin bertemu dengan Sadewa.Nakula bertemu dengan Kalika.Setelah mengetahui segala sesuatunya dari Kalika, Nakula berangkat ke Prangalas untuk bertemu dengan Sadewa.Setelah itu singkatnya Sadewa atau Sudamala menyerahkan istrinya yang merupakan anak Tambapetra kepada Nakula. Punakawan Semar pun tidak mau ketinggalan, ia minta juga dinikahkan kepada sang Tambapetra, akhirnya Semar pun mendapatkan Ni Satohok dan pada malam harinya melakukan percintaan di dalam lesung.
Cerita selanjutnya beralih pada penyerangan raksasa Kalantaka dan Kalanjaya ke negara Astina, mereka pun bertempur dengan ketiga pandawa yaitu Yudistira, Bima dan Arjuna. Arjuna diceritakan maju terlebih dahulu untuk menghadapi Kalanjaya, panah Arjuna berhasil membunuh prajurit Kalanjaya tetapi belum berhasil membunuh Kalanjaya karena ia memiliki ilmu kebal.Arjuna terdesak, akhirnya Bima maju bertempur melawan pasukan raksasa itu. Karena kedua raksasa itu sangat kuat, Bima dan Pandawa lain mundur dan masuk dalam benteng istana. Sadewa dan Nakula yang mengetahui hal ini segera berangkat ke Astina untuk membantu saudaranya, Sudamala yang telah memperoleh kekuatan akhirnya bisa membunuh kedua raksasa itu.
Kedua raksasa itu beralih ke wujud aslinya yang merupakan dua orang bidadara surga yang bernama Citrasena dan Citranggada.Mereka berterimakasih kepada Sudamala karena dia sudah membebaskan mereka dari kutukan dari Hyang Guru.Itulah sedikit ikhtisar dari kisah Sudamala yang intinya tentang pembebasan mala oleh Sadewa.
Cerita Sudamala memiliki nilai-nilai filosofis yang bisa dijadikan pelajaran dan inspirasi kehidupan sekarang dan yang akan datang.Makna filosofis yang terkandung dari cerita Sudamala antara lain tentang hakekat kehidupan di dunia yang harus berdasarkan apa yang dinamakan dengan kebenaran. Ada dua tingkat kebenaran menurut Soenarto Timoer, yaitu kebenaran ilahi atau kebenaran Tuhan yang sejati dan kebenaran manusiawi.Selanjutnya Wirasanti (1992) mengatakan bahwa pengertian filsafati dari cerita Sudamala adalah bahwa dalam diri manusia bermukim dua kekuatan positif (kebenaran) dan negatif (angkara) yang berlawanan dan berusaha saling mendominasi.
Untuk menjauhkan dari kekuatan negatif itu manusia haruslah belajar dan mencari ilmu rahasia kehidupan dunia melalui kearifan dan kebajikan. Karena pada dasarnya semua perlikau buruk akan mendapatkan akibatnya, biarpun sekecil apapun. Ajaran ini tampak pada akibat yang diterima oleh Uma dan Citranggada-Citrasena yang harus kehilangan status tertinggi di kahyangan dan menjadi raksasa karena perbuatannya.Raksasa adalah status paling rendah/hina yang ditampikan dalam bentuk lahiriyah maupun batiniyah yang memiliki wujud sangat buruk.Sementara akibat atau balasan yang mereka terima ditampilkan melalui kutukan Dewa Siwa, 'Hyang Guru' sebagai penguasa dunia, yang dapat diidentikkan dengan pengejawantahan Tuhan semesta alam.    
Dalam tradisi jawa dijumpai upacara ruwatan yang dilakukan kepada seseorang yang dianggap tertimpa petaka atau mala, usaha-usaha seperti ini merupakan upaya pembelajaran untuk mengingatkan manusia dalam usaha untuk senantiasa membersihkan diri dan menyucikan diri dengan menjaga perilaku terpuji.Tokoh Sudamala adalah simbol peruwatan atau penyucian,ia mempunyai kemampuan membebaskan manusia dari dosa, mala/kutukan, dan malapetaka.
Dalam konteks kehidupan, penyucian diri atau meruwat dapat ditafsirkan sebagai upaya terus menerus dalam berperilaku baik.Hakekat 'ruwat'adalah penyembuhan, dalam terminologi jawa tampak sebagai momen refleksi diri, menyadari kesalahan hingga muncul kemauan untuk memperbaiki kesalahan itu.Momen refleksi ini membutuhkan suasana khidmat, karena penyadaran seorang manusia adalah hal yang sangat sulit dilakukan.Untuk itulah perlu ditunjukkan ajaran-ajaran luhur melalui kisah pewayangan.Sampai sekarang upacara ruwatan di tengah-tengah masyarakat masih identik dengan pagelaran wayang dengan 'tema ruwatan.'


Tidak ada komentar:

Posting Komentar